Minggu, 02 Maret 2008

Ayat-ayat Cinta Vs Ayat-ayat Cinta

Mulanya aku ga yakin kalau film Ayat-ayat Cinta bakal diputar di Bali tanggal 28 Februari lalu. Tapi waktu kemarin liat jadwal bioskop di koran ternyata film ini udah main loh! Asiiik nonton yuk!

Jauh sebelum filmnya resmi disiarkan serentak di kota-kota di Indonesia, udah banyak banget pro dan kontra tentang film ini ( hayooo pada nonton bajakan ya? hihihi) . Ada yang bilang 'ga banget' kalo dibandingin sama bukunya, ada juga yang lebih netral dan bilang, untuk yang udah baca bukunya, memang bukunya jauh lebih bagus. Tapi untuk yang belum pernah baca bukunya, katanya filmnya juga inspiring dan membuat penonton penasaran untuk membaca bukunya. Hmmmm....

Aku sendiri sukaaa banget sama buku Ayat-ayat Cinta. Menurut aku bukunya berhasil meluruskan definisi kata 'romantis' yang selama ini rasanya rancu. Di film-film Hollywood, romantis selalu identik dengan 'lust', dan lama kelamaan kita terpengaruh dengan propaganda itu trus menjadikan itu acuan. Pernikahan dianggap sebagai hal yang kuno, mengikat dan menghambat. Boro-boro ngomongin ta'aruf atau khitbah. Poligami yang menjadi win-win solution malah dicela-cela atau disalah gunakan, tapi kumpul kebo dianggap benar. Nah, buku karya Habiburahman El-Shirazy ini berhasil memutarbalikkan itu semua.

Waktu film ini masih direncanakan produksinya, katanya, banyak yang udah skeptis duluan. Wajar sih, pastinya penyuka Ayat-ayat Cinta terlalu sayang sama buku ini, dan ga mau filmnya merusak keindahan ceritanya.

Hanung Bramantyo
sendiri adalah sutradara favoritku. Aku suka sebagian besar karya-karyanya ( asal bukan yang horor aja...doooh, puh-leeease?!!). Tapi emang, jarang ada buku best-seller yang difilmkan dan filmnya berhasil menyamai kualitas bukunya. Ayat-ayat Cinta the movies nasibnya gimana? Akan sukseskah? Makanya aku penasaran banget buat nonton film ini.

Setelah nonton, ini dia komentar-komentarku:

GA SUKA!:

- Kepribadian karakter di film berbeda dengan novelnya.

Fahri misalnya, banyak adegan-adegan dimana Fahri berdua-dua-an dengan Maria. Padahal kalau di bukunya, Fahri digambarkan sebagai karakter yang sangat menjaga jarak dengan lawan jenis non muhrim. Berjalan berdampingan aja ga pernah, apalagi berdua-duaan. Dan ini kan yang sebenarnya membuat karakter Fahri berbeda dibandingkan dengan karakter di film-film lain.

Trus trus...Aisha. Oh ooooooooh.....Ada apa dengan Aisha di film? Di film, Aisha digambarkan sebagai perempuan kaya yang dominan terhadap suami, manja dan pundungan. Padahal di buku, karakter Aisha betul-betul membuat aku pengeeeeen banget bisa jadi seperti dia. Pintar, sholehah, dan sangat hormat kepada suami.

Adegan yang paling aku ga suka adalah waktu Aisha membereskan kopernya dan berniat pergi ke Turki tanpa memberitahu Fahri! Waaaaw! Ini fatal, Mas Hanung. Udah jelas banget deh kalau di Islam, istri ga boleh keluar rumah tanpa izin suami. Kemana Aisha yang aku suka :(?

- Di film juga Fahrinya ga terlalu keliatan cintanya kepada Aisha. Malahan mereka jadi lebih banyak berantem. Maria justru lebih menonjol di Ayat-ayat Cinta the Movies ini. Kurang banyak adegan atau dialog antara Fahri kepada Aisha yang bener-bener menunjukkan 'oh-Aisha-you're the only one I want-things'.

- Ada beberapa adegan (biarpun ga banyak) yang masih 'sinetron banget!'. Tau kan, sinetron selalu menggambarkan seluruh peristiwa dengan kata-kata verbal dan mimik yang berlebihan. Misalnya, di adegan waktu Bahadur ketangkap basah bersalah dan memarahi anak buahnya, menurut aku adegan ini komikal banget dan sinetron banget. Yaiks! I hate sinetron!

-Tikus di penjara. Uuuuuuuuggggh...ga suka binatang ini!!!

SUKA SUKA! :

- Adaptasi dari novel ke filmnya. Alur cerita antara film dengan buku agak beda, tapi daripada cerita dari buku ditransfer mentah-mentah ke film dan hasilnya adalah durasi yang kepanjangan, aku lebih suka gaya adaptasi kaya gini. Seperti biasa, di setiap karyanya Mas Hanung selalu berhasil membuat filmnya ga membosankan untuk ditonton.

- Ending di film dengan di buku juga beda. Aku lebih suka ending di buku sih, tapi ga keberatan juga dengan ending di film yang tetap bikin mata berkaca-kaca dan kalau ga gengsi sama M'pri pasti udah nangis bombay deh....Huaaaa....

- Nilai-nilai yang disisipkan tanpa membuat film ini 'berat'.

- Sudut-sudut pengambilan gambarnya dong.

- Jilbabnya Aisha!! Huhuhu....Mauuuu....

- Aktris dan aktornya cocok untuk masing-masing peran. Maria-nya cantik, Rianti juga lebih cantik dari biasanya..........mungkin karena mukanya ga keliatan...*hihihi becanda deng*

- Rumahnya paman Eqbal. Suka! Jangan bilang ini settingnya di studio di Indonesia. Ga mungkin ah!

- Setting waktu ijab kabul. Cantik banget. Adegan ijab kabulnya juga bikin aku terharu (Yeaaa...kapan sih aku ga terharu ngeliat orang married?).... Tapi lengkingan khas cewe Arab setelah ijab kabul kok kurang kedengaran cengkoknya ya?

- Walaupun dengan segala pengorbanan dan kesulitan, Mas Hanung tetap berjuang supaya film Ayat-ayat Cinta ini selesai diproduksi dan ga mengecewakan pembaca novelnya :).

Secara keseluruhan, aku suka film ini. Biarpun lebih suka versi bukunya, tapi filmnya juga highly recommended kok. Sekarang jadi ga sabar nunggu DVD-nya keluar. DVD original loh,bukan bajakan!

Membaca curhat-curhatnya Mas Hanung di blognya, ternyata selama produksi film ini banyak banget hambatan, kesulitan dan pengorbanan. Semoga semua capek-capek dan kesulitan saat produksi ga ada apa-apanya dibanding dengan antrian panjang penonton di loket-loket bioskop di Indonesia ( atau di banyak negara lain....Amiiiin).


8 komentar:

  1. emang di bali ada bioskop? :p
    tambahan, setting film banyak di india karena hanung melihat bahwa piramida mesir jauh lebih jorok dari borobudur. gambar susah jadi indah kalo diambil di mesir. jadi kalo ada piramida di film ayat2 cinta, itu trik kamera. kalo setting ruang dalam tetap di indonesia. menurut hanung, pekerja film di indonesia lebih mumpuni dibanding india, apalagi mesir.
    hidup film indonesia!!

    BalasHapus
  2. emang kita nonton di bali? huehehehe....

    ho-oh katanya gambarnya banyak diambil di india, padahal kata ibuku india lebih jorok lagi daripada blora...tau kan blora? itu loh kota kecil di utara jawa tengah tempat aku mudik lebaran setiap taun...

    bham bham, dian kan ga main di film ini, ko kamu teuteup nonton sih? hihihi

    BalasHapus
  3. 2 kesalahan tebesar ki saat ini:
    1. blum baca Harry potter 7
    2. blum nonton Ayat-ayat cinta!!!!!
    huhuhu.. padahal sebelumnya nungguin kedua-duanya itu. banget. apa daya blum ada ksempatan. huh. minggu ini ah....

    BalasHapus
  4. assalamu'alaikum.

    wah, bahasa ukhti keren...
    mengalir begitu saja.
    hehehe...

    tapi ada saran dari saya, setiap comment yang ada ada baiknya ukhti balesin di sini juga, biar puas orang yang ngasih comment.

    syukron.
    salam kenal dari Surabaya.

    BalasHapus
  5. sebenernya saya emang selalu berusaha balesin comment yang masuk...tapi kadang-kadang suka ga sempet atau koneksi internetnya kumat lemotnya...

    makasih masukannya :)

    BalasHapus
  6. sampai skrg di BSM masih penuh banget yang nonton film ini. kemaren datang jam 3 sore. semua tiket udah habis kecuali untuk pemutaran jam 9.30 malam. hua..males aja kalo harus nunggu 6 jam.. :p

    -imgar-

    BalasHapus
  7. 6 jaaaaam????

    nonton di bali aja, panjang juga sih antriannya tapi aku ngantri 45 menit udah langsung dapet....

    di bandung bukannya banyak bioskop?

    BalasHapus
  8. Memvisualisasikan bahasa novel ke layar lebar adalah suatu hal yang tidak mudah. Saya pikir seorang Hanung Bramantio sudah memprediksikannya. Disisi lain saya melihat film ini banyak keluar dari novel aslinya. Kenapa gak bisa dibuat seperti film2 drama ala hollywood sana. kan banyak yang diambil dari novel.

    BalasHapus