Selasa, 30 Oktober 2007

Kutunggu Kau di Jalan Burujul


Ini cerita lebaran yang tertunda....Gara-gara blogger yang entah kenapa sulit banget dibuka dengan koneksi internet XL di kampung Mambal ini. Tauk deh yang salah Bloggernya atau XLnya...Yang jelas dua-duanya bikin bete! Tapi, kalo kata Mas Bham, "Lu pindah ke Jakarta aja biar dapet koneksi internet cepet...", huh punten lah Bham....Mendingan internet lemot tapi bebas polusiii.....hehehehe....

Dan akhirnya setelah berjuta-juta kali me-refresh, bisa masuk juga deh ke Blogger...phhuiiiiiih...

Lebaran kemarin, pertama kalinya aku berlebaran di Tasik. Malah, itu mungkin pertama kalinya aku berliburan ke Tasik karena sebelumnya biasanya kota ini cuma jadi tempat transit setiap pulang mudik lebaran dari rumah nenek di Klaten.

Sialnya lebaran kemarin aku ga bisa sholat id karena lagi...ehm ehm...tau deeeh :D. Huaaaaa.....gosipnya kalau yang lebaran pas lagi ga sholat terancam kena jatah beres-beres rumah nenek! Hiks hiiiiikssss....bukannya ga mau ikutan beres-beres, tapi masa udah jauh-jauh ke tasik ga bisa menikmati suasana sholat iednya...(hehe...alasan...padahal mah.......). Sebetulnya kalau aku berlebaran sama keluargaku, sholat ga sholat ya tetep ikut ke lapangan. Tapi, di Tasik ini, katanya keluarga Kangkung biasa sholat Ied di Masjid lingkungan, bukan di lapangan. Dan masjidnya keciiiil sekali, jadi ga ada tempat untuk nongkrong untuk yang ga berkepentingan. Waduuuuuuh....terancam terancam!

Untungnya suamiku baik hati dan berakal panjang, katanya, yuk kita sholat ied ke masjid agung aja. kalau di masjid agung kan tempatnya lapang.......dan aku bisa hunting foto! horeeeeee!! Yuks!

Masjid agung Tasik ternyata ga terlalu jauh dari rumah nenek. Jadi bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Pulang sholat ied, makan, salam-salaman, trus.......kabuuuur......hehehe...Jalan-jalan lagi....Jalan kaki. Soal urusan jalan kaki ini, aku+Kangkung emang biasa jalan kaki di kota-kota yang kami anggap asik untuk berjalan kaki. Karena, dengan berjalan kaki pengalamannya juga berbeda. Semua detail akan lebih kelihatan dibandingkan kalau kita naik kendaraan. Begituuuu....

Setelah berjalan kaki lumayan lama, aku nemu hal lucu loh di kota ini. Ada beberapa jalan di Tasik yang namanya.....nyunda banget! Kangkung pernah cerita, kalau bahasa sunda itu bahasa yang ekspresif banget. Cuma dengan mendengarkan katanya aja, kita bisa membayangkan aktivitas yang didefinisikan oleh kata itu, biarpun kita ga ngerti artinya....Hmmmm....Masa sih? Nama-nama jalan di Tasik yang berhasil aku kumpulin antara lain: jalan burujul, jalan jajaway, gang kalektoran, jalan r. ikik wiradikarta (kalo ini emang nama orang sunda yang sekarang udah langka, ngomong-ngomong, imam sholat ied pagi itu juga namanya pak ikik hihihi), jalan cimulu, atau jalan manglid. Kebayang ga artinya?






Ternyata ga segampang itu untuk menebak-nebak maknanya. Waktu sampai di rumah dan ditanyakan ke Uwa-uwa, semuanya bilang, "Hmmm...apa ya? yah itulah pokonya ...burujul mah mungkin artinya deket-deket brojol kali yah?" Loh? Selain nama-nama jalan itu ada juga nama jalan yang sebenernya 'normal' tapi cara penulisan bikin cengengesan, seperti: jalan setasion atau jalan statsion, dan jalan kantoran (hihihi, mungkin yang tinggal di jalan ini semuanya orang kantoran kali yaa..).Euleuuuuh.....

Sebetulnya mungkin aku ngerasa aneh melihat nama-nama jalan ini karena pertama kalinya ke Tasik. Kalau dipikir-pikir, bukan cuma Tasik yang punya koleksi nama jalan yang aneh-aneh. Aku masih inget di awal semester kuliah, banyak teman yang berasal dari luar Bandung selalu kesulitan setiap mengucapkan 'Ciumbuleuit' :D. Pernah juga waktu pusing-pusing keliling Jakarta bersama teman yang berkewarganegaraan Malaysia, dia bertanya "What is Grogol?". Hohohoho. Waktu aku jawab Grogol adalah nama tempat, komentarnya: What an ugly name! Hahahahaha.....Embeeeeeeer.........

Ga kerasa udah lumayan lama juga kami jalan kaki keliling kota Tasik. Putar-putar kota cari nama jalan yang aneh-aneh ternyata lumayan bikin cape juga. Ayo Kang, kita cari bubur ayam. Kamu kan udah janji mau nraktir bubur ayam tasik yang katanya enak itu. Tapi ternyata bubur ayam Zaenal yang terletak di Gang Kalektoran, jalan Ikik Wiradikarta ini masih tutup.



Hiks hiks...Ya udah, makan rujak tasik aja yang mangkal ga jauh dari situ. Hmmmmm.....ternyata enak banget! Slluuurp.....Kayanya kota ini selain jalannya yang kocak-kocak makanannya pun enak-enak. Sayang karena sedang boboran shiam ( lebaran) jadi masih banyak yang tutup. Yaah....Kayanya memang wajib balik lagi nih ke Tasik, wisata kuliner, wisata arsitektur, sambil terus bertanya-tanya, dari mana sih asal kata 'burujul' itu? :)



ps: ga semua foto-foto bisa di-upload karena koneksi internet yang lambreta bambang! Dasar xllllllllllllll!!!!! hiks....kapan ya internet murah dan cepat masuk Bali?

Senin, 22 Oktober 2007

Bahasa Kalbu

Hari Minggu, 21 Oktober lalu, adalah hari terakhir libur lebaran. Aku+Kangkung sampai di Cengkareng kira-kira tiga jam sebelum pesawat kami berangkat ke Bali. Tiga jam!!Lama bangeeeet...!!Ke toilet dulu ah...

Tapi terminal 1A waktu itu lagi padat banget. Kayanya hari ini memang hari terakhir liburan untuk semua orang. Mendingan ke toiletnya nanti aja di gerbang keberangkatan. Pastinya lebih lengang deh....

Ternyata, aku salah. Toilet di gerbang A6 ga lengang-lengang amat. Sebenernya ga terlalu banyak orang yang mengantri. Tapi ada dua orang Mbak yang memonopoli ruang di depan cermin yang membuat toilet kecil itu bertambah sempit. Belum lagi tas-tasnya yang berserakan di meja washtafel. Uuuuuuh....minggir!! Aku juga mau cuci tangan!!

Kedua Mbak ini sedang sibuk menambahkan riasan ke wajahnya. Mempertebal bedak yang udah tebal, dan mempermerah bibir yang udah merah. Keduanya berambut blonde...Bukan, bukan orang asing...Tapi rambut yang dicat pirang. Salah satunya mengenakan t-shirt putih dengan lubang di punggung dan hiasan manik-manik di dada bertuliskan 'L-O-V-E'. Hmmmm....Kayanya di gerbang ini, selain ke Bali ada juga penumpang yang mau berangkat ke Batam deh...

Setelah agak lama di toilet aku kembali lagi ke ruang tunggu. Ternyata Nona Kamar Mandi yang tadi sedang duduk di depan Kangkung, terpisah oleh beberapa baris bangku kosong. Aku liat Kangkung sedang menatap ke depan sambil berusaha menahan senyum.

"Boleh ga aku mikir berpreseden? (berprasangka)", katanya waktu akhirnya sadar aku udah kembali.
"Yeaaaa...aku tau kamu mau ngomong apa..."
"Batam atau Surabaya?"
"Batam kayanya."
"Eh, Bali juga bisa lagi!"
"Hmmmmmmm.....?", gumamku ga yakin.

Tiba-tiba telepon genggam kepunyaan salah satu Nona Kamar Mandi berbunyi...

"Halo?....Iya, Pak...Saya ini baru mau berangkat ke Batam, nanti malem juga sampai. Telpon lagi aja nanti malem ya?"....

Aku melirik suamiku. Dia melirik aku.
Hehehehehe......

Ga beberapa lama ada dua orang Bapak-bapak yang datang. Keduanya duduk di bangku kosong tepat di depan Nona-nona Kamar Mandi. Uuuups, ternyata di salah satu bangku itu ada air menggenang! Seorang di antara Bapak-bapak itu pun mengumpat-ngumpat karena sekarang celana bagian belakangnya terlihat basah...Si Nona Kamar Mandi tertawa-tawa centil sambil melirik genit ke arah Bapak tadi.

Aku melirik suamiku lagi. Maleeesss....

Beberapa menit kemudian Nona-nona Kamar Mandi dan kedua Bapak tadi saling bertanya satu sama lain. Mau kemana? Dari mana?...dan pertanyaan standar lainnya.

"Kayanya aku berpreseden lagi deh...", kata Kangkung
"Aku tau. Tapi kayanya engga deh..."

Ternyata obrolan antara Nona Kamar Mandi dengan kedua Bapak ga berlanjut. Salah seorang Bapak sibuk membaca koran. Dan yang satunya pergi entah kemana, mengeringkan celana kali.

"Iya deng engga...hehehe"
"Tu kaaan...."

Ga kerasa waktu keberangkatan semakin dekat. Para penumpang pemilik tiket express boarding ke Bali udah berbaris di depan pintu.

"Kayanya penerbangan ke Bali nunggunya di sana deh. Pindah duduk yuk..." ajakku.
"Yuk..."

Kami duduk di salah satu deretan bangku kosong. Di deretan sebelah kanan kami terlihat sekelompok orang. Satu di antaranya perempuan muda, berambut panjang di cat warna-warni, badannya agak gemuk tapi toh ia tetap pede memakai rok mini. Tiga orang lainnya adalah pria asing berwajah timur tengah.

"Hmmmmmm....kayanya aku berpreseden lagi deh..."
"Tauuuuuuuu..."
"Ancur ya, begitu jauh dari istri langsung deh main ke Bogor."
"Hehehe...."

Makin mendekati waktu keberangkatan calon penumpang semakin berdatangan. Sekarang sepasang laki-laki dan perempuan duduk di hadapan kami. Yang pria adalah warga negara asing, yang perempuan sepertinya orang Indonesia, berkulit coklat dan berbibir tebal. Rambutnya di-blow out rapi dan diberi sedikit highlight. Ia memakai rok super mini dipadu dengan t-shirt Louis Vitton berwarna kuning dan sendal wedge yang keren. Sambil menunggu ia asik membaca rubrik Parodi di Kompas Minggu yang dipandu oleh Samuel Mulia. Sementara pasangannya sesekali mengajaknya mengobrol membicarakan investasi China pada bisnis sepatu. Lancar berbahasa Indonesia rupanya Mister yang satu ini.....

"Preseden lagi?", tanyaku.
"Hmmmmm......kayanya engga deh...", kata Kangkung sambil mengernyitkan dahi.

Begitu pasangan itu pergi dari tempat duduknya, aku pun melanjutkan obrolan.

"Yang ini sah?"
"Sah.....gayanya beda."

Aku + Kangkung saling melirik. Lalu ketawa cekikikan. Hihihihihi..........

Menunggu ga akan membosankan kalau begini caranya....:D


Kamis, 18 Oktober 2007

Ga Mau Minum Obat , Mama

Selamat lebaran semua!

Tau ga, lebaran kali ini aku dapet hadiah yang spesial banget. Pertama, alergi berat. Kedua, kehilangan suara.

Ceritanya, di pertengahan bulan puasa, bangun tidur tiba-tiba ada noda merah (seperti) bekas gigitan serangga di pipi kanan. Kenapa nih?!! Awalnya sih aku pikir ga terlalu mengganggu, agak merah sedikit tambahin aja blush-on di pipi kiri biar seimbang...hihihi. Kirain beberapa hari si titik merah akan ilang.

Tapi setelah seminggu, si noda merah ga kunjung pergi. Malahan tambah besar! Pake gatel pula! Ya ampuuun. Si noda merah bukan cuma ga mau pergi, tapi juga ngajak temen-temennya yang lain berupa bentol-bentol kaligata yang bikin mukaku jadi jelek banget!!!! Apa yang terjadi?!!! Padahal kayanya menu makanan ga ada yang aneh deh.

Bentol-bentol ini akan bertambah jumlahnya berkali-kali lipat dengan gatal-gatal yang menyiksa kalau aku berpanas-panasan dan berdebu-debuan. Hiks...hiks....Seumur hidup belum pernah deh kejadian kaya gini. Sedihnya....! Mukaku jadi kaya Shreck (minus ijo). Belum lagi komentar semua orang, " Napa muka lu, serem banget?"....Huaaaaaa!!!

Minum obat anti alergi? Hmmmm...Sebenernya aku termasuk orang yang anti sama obat-obatan. Alasannya, Ibuku termasuk orang yang kecanduan obat-obatan. Maksudnya bukan obat-obatan sejenis ecstasy, shabu dan lain-lain loh. Tapi, Ibu termasuk orang yang gampaaaaaaang banget minum obat. Ga enak badan sedikit langsung minum obat. Obatnya bukan cuma decolgen, panadol dan obat-obat bebas bernama familiar lainnya. Tapi juga obat-obatan yang namanya susah diucapin dan yang kadang-kadang cuma bisa didapetin dengan resep dokter. Emang ada beberapa orang saudaraku yang dokter, jadi untuk minta resep ga terlalu susah. Tapi kan tapi kan......

Kadang-kadang kalo diantara kami ada yang mengeluh ga enak badan, Ibu dengan sigap akan menawarkan, "Tuh minum xytrophenol, atau zonksterolx, atau cutrslenol atau mau antibiotik?" Hiiiiii sereeeeem....

"Cemilan favorit" Ibu bukan cuma obat-obatan. Tapi suplemennya juga beraneka ragam. Malah kalsium yang bisa didappat dengan minum susu pun digantikan dengan pil! Ya ampuuuun....

Makanya setelah bisa mengatur kehidupan sendiri aku jadi agak anti sama obat (abisnya Ibu yang udah minum macem-macem obat+suplemen aja masih suka ngeluh pusing-pusing dan ga enak badan hihihi). Mendingan olahraga teratur, makan teratur dan bergizi, makan buah, minum susu dan madu. No obat, no pill, NO NO.

Tapi bagaimana ini bentol-bentol yang ga kunjung ilang? Gatel-gatelnya sih bisa diatasi dengan caladyn dan herocine. Tapi rasa ademnya cuma bertahan 5 menit dan kulitku malah jadi kering gara-gara kebayakan pakai obat luar itu. Akhirnya prinsipku tergoyahkan juga. Oke deh, minum CTM. Ngomong-ngomong, baru tau tuh ada nama obat CTM. Kok namanya mirip sama jenis pupuk yak? Hihihi. Katanya obat ini ampuh untuk alergi. Tapi...no no...not for me. Setelah minum CTM pun Si Bentols ga ilang-ilang. Hiks...hiks...Jangan-jangan mukaku ga bisa mulus lagi :((.

Akhirnya begitu sampai di Bandung aku langsung minta suntikan antihistamin ke dokter Dilla ( yang masih co-ass :P). Ini bener-bener terobosan besar. Minum obat telan aja musti kalau udah kepepet, apalagi pake suntikan. Abisnya kesannya kok kaya ngobat banget gitu loh. Antihistaminnya sempet membuat bentol-bentolnya berkurang sih. Tapiiiiii....ternyata beberapa jam kemudian si bentol datang lagi!!! Huaaaaa...masa sih musti berlebaran sama bentol-bentol di seluruh wajah?!

Oke, nyerah...NYERAH!!!! Akhirnya hari Jumat, sehari sebelum lebaran, aku keliling Bandung untuk cari dokter kulit yang buka. Untungnya ada tuh, Dokter Nanda yang berpraktek di rumah sakit Santosa. Ternyata, kata dokter Nanda, bentol-bentol itu adalah radang kulit. Dan bertambah parah gara-gara aku terus mengoleskan Calladyne dan Herocyne! Oooo oooo...Calladyne, shame on you!!!! Dokter Nanda juga bilang, bisa aja radang ini muncul karena ada gigi yang bolong! O ya ya ya ya.....Hmmmm...Kapan ya terakhir check up ke dokter gigi? 3 tahun yang lalu? Padahal beberapa minggu terakhir ini di geraham belakang emang kerasa sedikit ngilu. Mungkin ini gara-garanya....

Oia, urusan gigi geligi ini biarpun kayanya sederhana tapi memang krusial loh. Untuk kamu-kamu yang lagi merencanakan kehamilan, pastiin deh ga ada lubang di gigi. Karena lubang itu akan jadi sarang kuman yang berbahaya untuk kandungan!

Akhirnya aku diberi resep obat luar dan beberapa obat telan. Ya ampun, kapan ya terakhir kali minum obat berbungkus-bungkus kaya gini? Kalo ga salah sih waktu jaman sakit cacar pas kelas 4 SD. Akhirnya pikiran skeptisku tentang obat-obatan terpatahkan juga. Karena hanya dalam itungan jam sejak menelan obat dan mengoleskan salep, bentol-bentol langsung lenyap blas! YESSSSSS! Ehm...maksudnya, alhamdulillah bisa berlebaran dengan kulit mulus :).

Tapi ternyata itu baru awal perjalanan. Karena setelah bebas dari alergi, muncullah gejala flu dan radang tenggorokkan yang sama ga menyiksanya. Gara-gara mudik lebaran nih, setelah perjalanan yang cukup panjang dengan mobil, akhirnya kami sekeluarga jadi sangat akrab. Saking akrabnya sampai-sampai waktu salah satu adikku meriang, dia dengan senang hati membagi virusnya ke anggota keluarga yang lain. Dasar!

Langsung deh ibu beraksi. Awalnya sih cuma dibagi tolak angin atu-atu. Lama-lama setiap orang wajib menegak panadol, fg troces, sampe parasetamol yang namanya asing banget dan antibiotik. Oh Momma...puh-liss.....

Aku awalnya sih keukeuh sumeukeuh ga mau minum obat kecuali tolak angin dan madu. Tapi, kok malah muncul demam sih? Kepala pusing dan batuk pun muncul. Ujung-ujungnya suara cemprengku ilang dan berubah jadi suara sexynya Mbak Kinaryosih. Hehehe...sebenernya sih ga keberatan punya suara kaya gini. Tapi ga pake sakit doooongggg....Uhuk uhuk...

Ujung-ujungnya tadi malem minum decolgen satu butir. Dan....hore...meriangnya dah ilang! Tapi tenggorokanku ga bisa mengeluarkan suara selain bisik-bisik...."Ssssh...lagi sakit tenggorokan nih....."

Jangan bilang aku musti periksa ke dokter spesialis lagi dan minum berbungkus-bungkus obat resep yang...yang...yang...ampuh sih....tapi kan.....Ya sudahlah, kalau emang begitu jalan yang harus ditempuh. Kecuali kalau aku mau tetap bersuara bak Kinar plus bonus berat badan turun beberapa kilogram karena ga bisa makan enak untuk beberapa hari. Hiks....

Doain cepet sembuh ( tanpa obat) ya.....:)

Rabu, 03 Oktober 2007

Ubud Writers Festival (3) - Writing For Children


Kirsty Murray, memang bertubuh tinggi besar, tapi liat deh kibasan rambut keriting keemasannya, atau bahasa tubuhnya, seperti menjejakkan kaki dan menyimpan kedua tangan di pipi ala Home Alone. Liat juga koper berodanya yang berwarna merah menyala mengkilap dan macbook case crumplernya (CRUMPLER!!!) yang juga berwarna sama. Dari semuanya itu udah bisa ditebak deh kalo dia adalah pengarang buku.......mmm...buku horor? Loh? Buku anak-anak kaleee...

Memang Kirsty adalah penulis buku anak-anak dari Australia yang cukup produktif. Aku belum pernah sih membaca buku-bukunya. Tapi, di antara peserta yang berasal dari Australia ia cukup populer. Beberapa bukunya sudah diterbitkan juga di luar Australia....Tapi terjemahan bahasa Indonesianya sih kayanya belum ada.

Menurut Kirsty, kita sebaiknya memfokuskan kelompok umur berapa yang akan menjadi pembaca kita. Itu akan memudahkan kita untuk mencari tema dan alur cerita. Kirsty menyarankan, apabila target kita adalah pembaca cilik berumur 1-2 tahun, tulislah puisi. Karena otak pembaca cilik masih belum terkontaminasi oleh aturan-aturan baku sehingga lebih mudah mengapresiasi puisi.

Di sesi pertama workshop ini, Kirsty memberikan latihan yang menarik: menggambar mata! dari semua peserta, ada beberapa orang yang gambarnya dianggap menarik oleh Kirsty, salah satunya Kangkung. Gambar matanya kaya gini nih:

pic by m'pri

Selain menggambar mata, latihan yang lain adalah membayangkan hidup menjadi sebuah jelly baby (permen sejenis yupi-yupian gitu deh). Masing-masing peserta diberi satu jelly baby dan dalam waktu beberapa menit kami harus mengoptimalkan kelima indra untuk membantu menghayati hidup sebagai jelly baby. Sayangnya aku + kangkung ( ma okta juga) lagi puasa, jadi setelah bertransformasi sebagai jelly baby, kami bertiga ga bisa makan si jelly baby deh...Padahal kan asik makan diri sendiri :D.


Pada pembahasan mengenai karakter Kirsty menyarankan untuk membentuk karakter yang sedetail mungkin. Berapa umurnya, apa rasnya, apa ciri fisiknya, dimana ia tinggal, bagaimana kebiasaannya dan masih banyak lagi. Katanya, jangan sangka anak-anak tidak menyukai segala sesuatu yang detail dan kompleks. Mereka suka banget! Kirsty bercerita, di saat ia sedang dalam proses menyelesaikan buku "The Secret Life of Mae Lee Kwong", ia diundang ke sebuah sekolah menengah untuk mengajar menulis kepada para siswa. Di sana, ia bertemu dengan seorang siswa yang sangat amat mirip dengan karakter yang ia tulis. Akhirnya si siswa tersebut ditawarkan untuk menjadi model di sampul bukunya. Yang menarik, fotografernya ingin siswa itu untuk berpose melompat, karena karakter di buku itu, ia diceritakan sebagai seorang pesenam. Dan ternyata, si siswa dengan senang hati melakukannya karena ia juga berlatih gymnastik dan menari 4 kali seminggu. Waw! Merinding deh...

Oia, di workshop ini aku berkenalan dengan seorang Ibu dariJerman. Ibu ini sudah cukup berumur untuk dipanggil nenek, namanya Ulla Neuman. Walaupun udah berusia lanjut, Ulla masih tetap produktif, ia telah menerbitkan beberapa buku bahasa Jerman bergambar yang menceritakan seekor ayam berwarna biru, Violet. Seusai workshop, Ulla melihatkan draft buku Violet versi bahasa Inggris yang bercerita tentang pengalaman Violet berjalan-jalan ke Bali. Gambar dan ceritanya lucuuu deh...yang unik, di setiap bukunya Ulla selalu menyisipkan resep masakan yang dimakan Violet di buku itu. Ada spageti, meatball, atau...bubur kacang item....hihihi. Selesai mengobrol, ga disangka-sangka Ulla memberikan salah satu buku Violet ke aku! Hwaaaaa!!!! Ga nyangka banget deh!!!! Katanya, "Ambil aja, lagian kalo saya bawa pulang cuma menuh-menuhin koper. Banyak barang yang ingin saya beli dari bali." Hiks hiks, aku sampe terharuuu. Danke, Ulla! Saking surprisenya aku lupa untuk minta Ulla menandatangani bukunya!!!!!!!!! Duuuuuh lupa lupa lupa!!! Bete deh! Tapi gapapa, untung Kangkung masih sempet moto aku sama Ulla...hehehe.

pic by m'pri

Ubud writers festival memang sayang dilewatkan. Terlalu banyak inspirasi, kesempatan, dan teman baru yang bisa didapat disini. Setelah festival ini, otakku jadi ga bisa berhenti mikir. Mau nulis apa ya? Mau belajar apa ya? Mau buat apa ya? Aku juga jadi ngerasa keciiiil banget dan merasa masih banyak lagi yang harus dipelajarin. Karena di festival ini aku banyak ketemu orang-orang yang hebat, dan yang membuat mereka tambah hebat adalah di atas segala prestasinya mereka tetap rendah hati, tetap mau meluangkan waktu untuk berbagi ilmu, dan ga pernah sungkan menjawab kalau ditanya.

Aku juga salut sekali dengan mereka-mereka yang udah berumur, udah pensiun dari pekerjaannya, tapi tetap melanjutkan hidup dengan berkarya. Ga pernah bosan atau merasa ketuaan untuk belajar hal baru, menuntut ilmu sepanjang hayat masih dikandung badan. Hmmmmmpppph.....

Buat kamu-kamu yang belum ikutan Ubud writers festival tahun ini, dan tertarik untuk ikutan tahun depan tapi budget terbatas, sering-sering aja ngecek websitenya. Karena lewat websitenya kita bisa juga bergabung menjadi volunteer. Asik kan bisa ikutan berbagai workshop dan event gratis. Sampe ketemu tahun depan! Insha Allah....







Senin, 01 Oktober 2007

Ubud Writers Festival (2) - Writing Across Media

Deepika Shetty mungkin adalah perempuan mungil dengan penampilan sederhana dan karakter yang rendah hati. Tapi jangan salah, beliau adalah jurnalis handal yang pernah bekerja di The Times of India, dan kini bekerja di Singapura sebagai Produser berita untuk Prime Time Morning di News Asia dan juga memproduseri acara Off The Shelf.

Hari itu aku kepagian. Beberapa menit setelah aku sampai di bale-nya Ananda Cottage, Deepika pun muncul. Tangannya penuh dengan beragam peralatan, seperti kamera video (berukuran medium), handycam, tripod, juga beberapa tumpuk handout yang nantinya akan dibagikan. Kamera video? Masuk tivi dooong?!!! Asiiiiiiiiik! Hohohoho...

Peserta workshop kali ini didominasi oleh kaum muda. Walaupun ada juga peserta yang sudah berumur, dengan rambut dan janggutnya yang putih, beliau masih bersemangat untuk mempelajari hal baru. Aku salut sekali! Mencari ilmu emang ga boleh dibatasi oleh usia kan?

Setelah seluruh peserta berkumpul, workshop pun dimulai. Sesi yang pertama adalah pembahasan mengenai media cetak. Di awal sesi, Deepika memulai dengan menceritakan pengalamannya di saat awal-awal menulis untuk media. Upah pertama yang ia terima adalah US$ 8 saja. Pernah juga pada suatu hari artikelnya dirobek di depan matanya oleh sang dosen. Karena pada saat itu Deepika menulis hanya untuk mengejar setoran gaji dan hal itu terlihat dari tulisannya yang tidak bernyawa. Sang dosen berpesan, " Never ever write for the sake of writing alone. Writing has a larger purpose to serve." Sebuah pesan yang sangat membekas baginya, sampai-sampai hingga saat ini ia masih ketakutan untuk bertemu Sang Dosen. Apa kira-kira komentarnya setelah membaca tulisan-tulisannya sekarang? Begitu pikirannya.

Oleh karena itu ga heran kalau Deepika juga menyisipkan di workshopnya contoh-contoh penulisan headline yang fatal, asbun dan lebih gawat lagi, diterbitkan! Salah satunya : 'Bom Meledak di Sebuah Pemakaman, 100 Orang Meninggal Dunia'. Wakakakakak!!!!!! Deepika berpesan untuk berhati-hati dalam menulis untuk media cetak, karena kesalahan yang terjadi akan terpampang dalam waktu yang sangaaat lamaaaa....Hmmmmm.

Setelah itu kami diarahkan untuk membentuk kelompok yang terdiri dari 4-5 orang. Setiap kelompok akan melakukan simulasi apa yang terjadi pada saat rapat antara penulis dengan editor. Salah seorang berperan menjadi editor dan yang lainnya berperan sebagai penulis yang akan mengajukan proposal topik yang akan diangkat sebagai headline dalam waktu yang terbatas. Dari seluruh topik yang diusulkan hanya akan ada satu topik yang dipilih oleh editor. Waktu yang dimiliki oleh editor untuk memilih topik adalah 2 menit saja. Ternyata susah juga mengeluarkan ide-ide dengan tenggat waktu yang terbatas. Sehingga ketika simulasi berakhir dan Deepika bertanya :

"Did you find it difficult to assure the editor in the limit of time that i gave you?"

Tentu aja jawabannya adalah: Yes!

Ternyata Deepika menjawab,

"Well, I'm telling you what, in the real life, that was a luxury! In the real life, editors are almost untouchables, maximum you only have 30 seconds to propose your ideas to them..."

Waw!!

Lalu para 'editor' membacakan masing-masing topik yang telah mereka pilih, Deepika pun langsung menggambarkan draft layout yang sesuai untuk masing-masing topik, lengkap dengan posisi iklan yang akan ditampilkan. Ia menjelaskan, mengapa setiap topik yang berbeda harus memiliki layout yang berbeda pula. Bagaimana memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada pembaca dalam ruang yang terbatas. Aku baru sadar, ternyata menarik sekali ya dunia jurnalisme itu. Butuh keahlian dari berbagai bidang ilmu untuk dapat menghasilkan sebuah karya yang layak diterbitkan kepada pembaca.

Sesi yang kedua adalah pembahasan mengenai media televisi. Asiiiik, kayanya ini nih bagian shootingnya. Hihihi. Bener aja, tiap-tiap kelompok ditugaskan melakukan simulasi talk show. Topik yang dibahas adalah film Black Diamond versus kontroversinya. Setiap kelompok bebas menentukan format acara dan peran masing-masing orang. Yang penting, acara berlangsung ga lebih dari 2 menit. Hasil shooting 'disiarkan langsung' di layar tancep (apa ya nama kerennya?) di depan kelas. Di sini baru ketawan semua orang sadar kamera. Begitu ngeliat kamera pada semangat deh! Makanya simulasi ini berlangsung seru. Ada yang berperan sebagai presenter, sebagai pengusaha berlian, demonstran, dan banyak lagi. Seusai simulasi, Deepika memberikan beberapa masukan dan tips tentang bagaimana tampil di depan kamera. Mulai dari pemilihan kalimat hingga bahasa tubuh yang digunakan.

Sesi yang terakhir adalah pembahasan media yang menjadi favorit Deepika : B-L-O-G. Ini mah favoritku juga! Agak suprise ketika banyak peserta yang masih belum terlalu familiar dengan media yang satu ini, namun Deepika dengan tetap bersemangat menjelaskan. Beliau juga memberikan beberapa contoh blog yang cukup powerful dan menarik ribuan pembaca dari seluruh dunia, salah satunya adalah My Marrakech. Maryam, sang webmaster, adalah orang Amerika yang tinggal di Marrakech, Maroko. Di blognya, beliau berhasil mengenalkan Marrakech ke seluruh dunia. Bahkan ketika di blognya ia bercerita akan menjual villanya yang pada saat itu belum selesai terbangun, tiba-tiba, ia mendapatkan belasan pembeli yang tertarik untuk membelinya. Villanya aja belum ada!

Deepika juga menceritakan pengalaman pribadinya tentang kekuatan blog yang membawanya berkenalan dengan banyak penulis terkenal karena ia mereview buku penulis tersebut lewat blognya. Mereka sangat berterimakasih dan akhirnya berkawan akrab dengan Deepika.

Ya Deepika, memang media blog itu bikin kecanduan ya? Sekali ngeblog, ngeblog trusssssss.....:D.

Jadi, kira-kira kapan ya aku muncul di tipi untuk ngebawain acara talk show? huehehehehe.....



Ubud Writers Festival (1) - Translation Workshop


Tanggal 25-30 september 2007 lalu ada hajatan besar di Ubud. Ubud Writers Festival 2007. Disini adalah saat-saat dimana penulis-penulis internasional 'turun gunung' dan berkumpul di Ubud untuk saling berbagi kabar, cerita dan pengalaman.

Sebelumnya acara ini sudah beberapa kali diselenggarakan, tapi, baru kali ini aku tertarik untuk berpartisipasi mengikuti beberapa programnya. Dua setengah tahun tinggal di Bali, ga sopan lah ya kalo ga ikutan :D. Program-program yang ditawarkan sangat beragam dan menarik. Ada peluncuran buku, meet the writers, workshop, story telling dan masih banyak lagi. Kali ini, aku tertarik untuk mengikuti beberapa sesi workshop. Cuma ikutan workshopnya aja udah bingung mau pilih topik yang mana. Kalo satu orang bisa berada di dua tempat bersamaan, kalo ga ada kerjaan lain, kalo ga disibukkan dengan kesibukkan Ramadan, pengennya sih ikutan semua ya....Karena semuanya dibawakan oleh narasumber yang kompeten di bidangnya, dengan topik-topik yang membuat penasaran dan biayanya untuk peserta lokal pun relatif murah, antara 100-150 ribu rupiah persesinya. Tapi setelah ditimbang, diamati dan dicermati, akhirnya aku memutuskan untuk cuma ikut 4 sesi workshop: Translation Workshop bersama John Mcglynn, Writing Across Media bersama Deepika Shetty, Life in the Road bersama Adam Skolnick, dan Writing for Children bersama Kirsty Murray.

Gimana cerita komplitnya? gini nih...

ps. untuk cerita workshop Life on The Road bersama Adam Scolnick, kangkung udah nulis panjaaaaaaaaaaaaaaaang di blognya. Silakan dibaca disana :).

Translation Workshop bersama John Mcglynn

John Mcglynn adalah translator yang sudah berpengalaman lebih dari 30 tahun menerjemahkan karya-karya sastra bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris. Beberapa di antaranya adalah karya-karya dari Pramoedya Ananta Toer. Beliau juga menjabat sebagai direktur Yayasan Lontar di Jakarta.

Beberapa minggu sebelum workshop ini diadakan, John mengirimkan pe-er via email ke masing-masing peserta. Setiap peserta mendapat jatah menerjemahkan dua buah cerpen mini yang terdiri dari kurang lebih 100 kata aja. Cerpen yang harus diterjemahkan berbeda antara peserta yang satu dengan yang lainnya. Kedengerannya sih ringan ya? Tapiiii......buset deh, beberapa cerpen ditulis dengan bahasa slank berat, malahan ada juga yang berbahasa sunda segala! Gubrag!!!! how am I suppose to translate this?

Akhirnya setelah jungkir balik buka buka kamus ( dan asistensi sama kakakku tercinta, hehe, tengkyu sis), selesai juga deh nih pe-er. Di cover letter aku curhat ke Pak John : 'pe-ernya susah banget! please deh, John...' hihihi

Di hari Hnya, seluruh peserta dikumpulkan di Taman Indrakila, Ubud. Dengan latar belakang pemandangan sawah terasering yang indah workhop pun dimulai. Separuh dari peserta adalah orang asing yang tentunya cukup fasih berbahasa Indonesia. Malah salah satunya adalah translator profesional, Pam Allen, yang pernah menerjemahkan novel Saman karya Ayu Utami ( kalau Cika di kelas workshop yang berbeda malah ketemu langsung sama Ayu Utami-nya yang menjadi peserta juga). Aduh, aku ngerasa amatiiiir sekali. Tapi justru karena itu aku ikutan di workshop ini bukan ? Untuk nyuri ilmu sebanyak-banyaknya dari narasumber dan dari peserta lainnya.

Pada saat workshop, John menjelaskan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menerjemahkan suatu karya sastra berbahasa asing. Yang pertama adalah urusan teknis, memilih literatur seperti apa yang pantas diterjemahkan, menghubungi sang pengarang, urusan kontrak dan hak cipta, dan langkah-langkah lain yang harus dipertimbangkan sebelum kita mulai menerjemahkan karya tersebut.

Yang kedua adalah bagian bersenang-senang: menerjemahkan. Pada proses penerjemahkan suatu karya asing, tentunya akan banyak timbul pertanyaan karena perbedaan budaya, gaya penulisan, dialek dan sebagainya. Pada karya sastra indonesia, kata-kata slank dan dialek sangat sering muncul. Bagaimana menerjemahkannya? Bagaimana menerjemahkan 'elu' sementara di dalam bahasa Inggris tidak ada kata ganti slank untuk 'you'. Apa kata ganti yang tepat untuk 'Om-om' atau 'Tante-tante' di bahasa Inggris? Karena format workshop ini sangat interaktif, peserta dapat menginterupsi kapan saja untuk bertanya, berbagi pengalaman atau memberikan pendapatnya sehingga akhirnya kelompok workshop ini lebih menyerupai kelompok diskusi dengan beragam masukan-masukan yang segar dan pertanyaan-pertanyaan yang kocak yang timbul karena perbedaan bahasa.

Penasaran apa aja yang kami diskusikan? Salah satunya adalah cerpen mini karya Laila Achmad. Berjudul melahirkan:

Aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aaah aah!!! Nakku...

Bagaimana kamu akan menerjemahkan cerpen ini ke dalam bahasa Inggris? Karena waktu John ditanyakan hal yang sama, beliau cuma bilang "I dont know". Huuuuh!