Minggu, 24 Februari 2008

Peek and POW!

*abis cuci gudang*











Kamis, 21 Februari 2008

Futurarc Prize, Futurarc Forum dan Green Architecture

*update : M'pri udah nulis juga tentang sayembara ini...rajin banget nulis ulang semua konsepnya...hihihi. Ya gapapa deh, itung-itung buat persiapan presentasi di soup chat. Panel sayembaranya juga bisa diliat disini.

Ceritanya beberapa bulan yang lalu aku diajak mantan pacarku dan Fajar untuk ikut sayembara desain Green Architecture yang diadakan oleh BCI Asia. Akhirnya, selama beberapa bulan terakhir, kami bertiga mengorbankan hari-hari weekend untuk mengerjakan sayembara ini. Hari-hari yang melelahkan tapi juga menyenangkan. Hari-hari yang berbeda dari rutinitas biasa, hari-hari dimana kami banyak belajar tentang hal-hal baru dan mendesain dengan all-out. Setelah semuanya selesai, kami sudah merasa sebagai pemenang, karena puas dengan apa yang kami hasilkan. Apapun keputusan juri, itu ada di urutan kesekian.

Seminggu sebelum pengumuman resmi pemenang, telepon rumahku berdering jam 11 malam! M'pri dan aku udah melirik bengis ke arah telepon. Gila, siapa nih yang nelpon jam segini?

Akhirnya aku angkat juga, dan...

"Keow, kita menang!!"

ternyata Fajar, dia baru ditelepon oleh panitia sayembara.

"Hah? Juara berapa?"

"Juara pertama untuk site Malaysia!"

Senang? Pastinya...

Alhamdulillah...
Tapi yang jelas, kami udah merasa senang dari jauh-jauh hari sebelum dinyatakan sebagai "pemenang".

Oia, ada kabar yang lebih menyenangkan lagi. Sayembara ini adalah sayembara internasional khususnya se-Asia Pasific dengan tiga lokasi yang disayembarakan: Malaysia, Filipina dan Australia. Nah ternyata, seluruh pemenang dari masing-masing lokasi berasal dari indonesia loh! Yeaaa!! Selamat ya!

Waktu orang tua dan saudara-saudaraku menerima kabar menyenangkan ini, mereka semua bertanya, "Emang green architecture itu apa sih?"

iya, apa sih green architecture itu?

Sebelum bercerita lebih banyak, aku mau berterimakasih dulu kepada panitia sayembara ini. tanpa inisiatif mereka menyelenggarakan sayembara bertema "green architecture", kami mungkin ga akan termotivasi untuk belajar tentang topik ini. Hadiah uangnya mungkin ga terlalu besar ( kecuali kalau ada yang mau beli hadiah software autodesk revit-nya ;P), tapi kami belajar banyak.

Pengumuman resmi pemenang Futurarc Prize diadakan bersamaan dengan Futurarc Forum 2008 yang bertemakan Green Architecture. Walaupun bukan topik baru, green architecture akhir-akhir ini lebih banyak dibicarakan sejak Al-Gore mengampanyekan isu global warming.

Ga usah didebat lagi kalau arsitek adalah salah satu profesi yang paling berperan terhadap perusakan bumi. Beberapa dekade terakhir, kita terlalu dimanjakan oleh teknologi. Penghangat/pendingin ruangan yang mungkin sudah tidak menggunakan freon, tetapi menyita energi listrik yang cukup besar, pembangunan besar-besaran yang mengurangi luasan daerah hijau, pembabatan hasil hutan untuk material bangunan, dan lainnya. Bertobatlah hai arsitek-arsitek!

Dr. Raymond J. Cole, dari British Columbia University, Canada meringkas definisi 'green architecture' ke dalam klasifikasi sebagai berikut:

Reuse:
- energy
- material
- water
- land

Reduce:
- green house effect emission
- ozone depletion
- liquid effluent
- solid waste

Improve:
- indoor air quality
- thermal
- lighting
- acoustic

Gampang kan? Gampang ngetiknya, aplikasinya belum tentu...hehehe. But if there's a will there's a way kan? Poin-poin dari Dr. Cole di atas adalah prinsip-prinsip dasarnya, sementara gaya arsitekturnya bisa tergantung kepada selera masing-masing individu. Yang musti diingat adalah 'green architecture' itu bukan sekedar kosmetik. Atap rumput apakah pasti hijau? Belum tentu. Kalau pemilihan jenis vegetasinya ga sesuai dengan lingkungan setempatnya dan malah menguras banyak air untuk menyiram bagaimana?

Pak Budi Sukada, ketua IAI pusat memberikan kutipan yang bagus sekali,

"karya bukanlah hasil akhir, melainkan sarana."

Kutipan ini mengingatkan kita bahwa pada saat membangun, kita harus menyadari bahwa ada 'pendahulu'-'pendahulu' di lingkungan tempat kita membangun. Apakah itu berupa bangunan lain, pepohonan, sumber mata air dan lainnya. Jadi, pembangunan harus selaras dengan kondisi yang sudah berlaku, dan setelah pembangunan selesai, bukan berarti pekerjaan kita selesai, karena kita harus terus membinanya supaya keselarasan terus terjadi.

Ah aku jadi ngerasa banyak omong banget. Padahal kalau di rumah juga masih suka pasang AC, hihihi. Pembenarannya, ini kan rumah kontrakan, dulunya ga dirancang dengan bener jadinya ventilasinya ga berfungsi dan gerah banget! Berarti nanti kalo aku ngerancang rumah sendiri konsep rancangannya adalah bablas angine ;P.

Walaupun mencerahkan, aku juga ingin mengkritik pembicara-pembicara di Futurarc Forum kemarin. Aku merasa beberapa di antara para pembicara terlalu berpikiran west oriented atau modern oriented. Dr. Cole di akhir presentasinya mengatakan: " I hope in the future, architect in Indonesia will start to build as architects in north america do." Bang Ridwan Kamil -tanpa mengurangi rasa hormat- mengatakan, "Kita harus melakukan pendekatan secara bertahap kepada penduduk-penduduk 'daerah' agar mereka memahami konsep green architecture."

Aku ga bermaksud sok tahu atau sok pintar, tapi dari yang aku pelajari, desain arsitektur vernakular indonesia adalah contoh baik desain-desain yang menerapkan prinsip-prinsip green architecture. Justru kitalah yang harus banyak belajar dari peninggalan nenek moyang kita, dan juga dari orang-orang kampung yang tidak memperoleh pendidikan tinggi tetapi hidup seimbang dengan lingkungannya.

Aku tinggal di salah satu kampung di bali. Disini, bapak-bapak petani setiap hari menggunakan sepeda ke sawah alih-alih memakai kendaraan yang tergantung pada BBM. Mereka bertelanjang dada ( bapak-bapaknya lo ya ;P) sehingga ga memerlukan AC. Mereka malah sudah mengenal istilah 'water reuse' karena mereka mandi di sungai, lalu air bekas mandi digunakan untuk mencuci baju lalu air bekas mencuci baju digunakan untuk mencuci sepeda ( atau kebalik siklusnya ya? ;P). Jadi, ternyata mereka lebih 'green' kan daripada kita?

Pada saat mengerjakan sayembara, kami banyak belajar dari salah satu arsitek australia, Troppo Architect. Mereka adalah arsitek yang rajin mengeksplorasi desain bangunan untuk mampu beradaptasi dengan iklim setempat, terutama iklim tropis. Menariknya, karena iklim hot-humid di Australia utara mirip dengan iklim di Indonesia, maka mereka banyak belajar dan mentransformasi arsitektur-arsitektur tradisional Indonesia, seperti di daerah Makasar. Hasil rancangan mereka kebanyakan adalah bangunan-bangunan bermaterial baja ( karena baja mudah didapat di Australia) dengan bermacam-macam bentuk atap miring futuristik. Jadi, alangkah ruginya kita karena sering memandang sebelah mata kepada arsitektur lokal sementara arsitek mancanegara justru menggali ilmu dari sana. Selama ini, kita terlalu banyak berkiblat ke arsitek-arsitek barat yang notabene kondisi iklimnya jauh berbeda, sementara banyak contoh-contoh menarik dan sudah teruji fungsionalitasnya di kampung sendiri.

Salah satu contoh bagus tentang kolaborasi antara arsitek dan penduduk lokal ada di Kenya. Para arsitek dari ITDG ( Intermediate Technology Development Group) , hanya mengarahkan kepada kliennya, perempuan Maasai, Kenya, untuk menambahkan jendela dan parit di sekitar rumah tradisional mereka. Ya, dikarenakan perubahan gaya hidup dan kebutuhan, arsitektur tradisional pun harus mampu beradaptasi. Tapi itu bukan berarti menggantinya dengan yang sama sekali baru kan?

Dengan kekayaan preseden seperti di Indonesia, sebetulnya tidak sulit bagi Indonesia untuk mulai menerapkan prinsip-prinsip 'green architecture'. Negara tetangga kita, Australia, Vietnam, Singapura dan ( oh oh ) Malaysia sudah maju beberapa langkah di depan. Yah sebete-betenya kita sama Malaysia ternyata mereka emang selalu lebih duluan daripada kita... Kasiyaan deh kita..:)

Menurutku, keberlanjutan 'green architecture' di Indonesia agak meragukan. Pada saat Forum Futurarc kemarin, perwakilan pejabat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Pemda DKI, meninggalkan acara ga lama setelah mereka memberikan sambutan dan... ga balik-balik lagi! Padahal acaranya bagus loh, presentasi dari pembicara-pembicaranya juga mencerahkan. Andaikan aja mereka mau mendengar.

Sekarang aku ga heran kenapa Indonesia sulit untuk maju padahal banyak orang pintar yang tinggal dan berasal dari sini. Jelas kelihatan pemerintah ga berupaya membangun sinergi yang positif dengan mereka. Sampai kapan sih pejabat kita cuma mau bertugas sebagai penggunting pita dan pemberi sambutan? ....dan kita membayar pajak untuk menggaji mereka melakukan itu semua. Sebel kan?

Ps. lihat juga:
Architecture 2030
Architecture For Humanity
ITDG ( Intermediate Technology Development Group) official website
Inhabitat
Building.co.uk
Greenhouse.gov.au

Rabu, 20 Februari 2008

Miracle of Love

Dian Syarief Pratomo. Kalau cerita tentang Mbak Dian, ga mungkin tanpa ada tetesan air mata…*hiks hiks…..hmmmmmmpppph….tarik napas panjang dan…mulai!*

Aku sudah mendengar banyak cerita tentang Mbak Dian dari dulu sekali...Beliau adalah teman Ibuku, jadi kalau Ibu bercerita tentang Mbak Dian ke teman-temannya, aku sering nguping :)...Beberapa kali juga profilnya muncul di beberapa media cetak di Indonesia. Salah satunya disini.

Kalau masing-masing orang diminta menuliskan deskripsi kehidupan yang sempurna versi mereka, mungkin hampir semua orang akan menulis poin-poin seperti lahir di keluarga yang berkecukupan, wajah yang cantik atau ganteng, kuliah di sekolah tinggi yang berkualitas, memiliki karir yang cemerlang dan memiliki pasangan hidup yang juga cantik atau ganteng.

Mbak Dian memiliki itu semua.

Tapi ternyata, deskripsi kehidupan sempurna versi manusia berbeda dengan versi Allah SWT . Allah SWT ingin Mbak Dian memiliki kehidupan yang lebih sempurna lagi. Sehingga, siapa yang menyangka, di puncak karirnya, Allah menitipkan kepada Mbak Dian penyakit lupus. Penyakit yang sampai sekarang belum ditemukan obatnya. Penyakit yang biasa diberi julukan penyakit 1000 wajah, karena penyakit ini selalu ‘menyamar’ menjadi gejala penyakit lain. Hal ini menyebabkan penyakit lupus sulit untuk didiagnosa.

Allah SWT seakan-akan ingin menunjukkan kekuasaanNya kepada mahlukNya. Ibu dan saudara-saudara Mbak Dian adalah dokter. Tapi mereka ga bisa berbuat apa-apa untuk mencegah penyakit ini menggerogoti tubuh Mbak Dian. Karena kondisi tubuh yang lemah, karier harus dikorbankan. Mbak Dian malah sempat kehilangan kecantikan (fisiknya) karena efek obat-obatan membuat wajahnya bengkak sehingga ga ada yang bisa mengenalinya. Mbak Dian juga sudah mengalami belasan kali operasi ( yang terakhir aku tahu adalah pada saat bulan Ramadhan tahun lalu), dan sekarang penglihatannya hanya berfungsi 5% aja.

Tapi, bersamaan dengan diberinya cobaan yang bertubi-tubi itu, Allah SWT juga memberikan bekal yang cukup untuk menghadapinya..

…iman yang kuat
“Dengan sakit ini saya menjadi lebih dekat denganNya…”

…sikap optimis
“Badan boleh sakit tapi hati dan jiwa ga pernah sakit…”

…keluarga yang menyayangi Mbak Dian, dan..

…suami yang luar biasa
“My husband is an angel sent from heaven…”

Tiga minggu sebelum aku menikah, tanggal 25 Desember 2005, aku datang ke undangan ulang tahun pernikahan Mbak Dian dan Mas Eko Pratomo yang ke-15. Acaranya bukan acara pesta yang meriah. Diadakan di masjid Secapa, Hegarmanah, Bandung, tempat akad nikah mereka dilangsungkan lima belas tahun yang lalu, acara ini lebih merupakan acara syukuran dan renungan. Ini adalah pertama kalinya aku bertemu langsung dengan Mbak Dian, setelah sekian lama mengenalnya dari cerita-cerita yang aku dengar dan baca.

Untuk acara anniversary itu, Mas Eko sengaja menulis sebuah buku berisi perjalanan cinta mereka selama lima belas tahun sebagai hadiah pernikahan untuk istrinya dan tamu-tamu yang hadir. Dari buku itu, kita bisa mengikuti perjalanan kehidupan mereka, dari awal kisah yang seperti cerita-cerita dongeng, membeli rumah pertama, pergi haji, berbulan madu ke Eropa, sampai saat Mbak Dian ‘divonis’ mengidap penyakit lupus dan harus berkali-kali menjalani operasi.

Membandingkan cerita perjalanan bulan madu ke Eropa dengan perjalanan berobat ke Singapura pastinya sangat bertolak belakang. Tapi ada satu yang ga berubah, di setiap tulisan, baik cerita bahagia ataupun sedih, aku bisa merasakan cinta Mas Eko yang sangat besar kepada Mbak Dian, bahkan terasa bertambah besar di lembar-lembar akhir buku itu.

Hari itu, tiga minggu sebelum pernikahanku, aku sangat bersyukur mendapatkan contoh yang sempurna akan pernikahan yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.

Sehari sebelum acara pernikahanku, Mba Dian datang di acara pengajian untuk ikut mendoakan aku. Dengan santai dia sempat bercerita kalau dia pernah menawarkan kepada suaminya untuk mencari istri baru. Mbak Dian merasa tidak bisa menjadi istri yang ‘sempurna’ karena tidak bisa memberikan keturunan dan sakit yang dideritanya menjadikan fisiknya lemah. Tetapi, Mas Eko cuma menjawab, “Kamu adalah bekal saya di akhirat nanti…”.

Subhanallah…subhanallah…subhanallah…

Mbak Dian dan Mas Eko, both of you are angels sent from heaven…

Sakit memang seharusnya tidak menjadikan manusia mahluk yang lemah. Dari salah satu surat Al-Quran kesukaan Bapakku, Al-Insyirah, Allah SWT menjanjikan setelah kesulitan pasti ada kemudahan, dan setelah kita mampu melewati berbagai cobaan, Allah akan menaikkan derajat kita ke tingkat yang lebih tinggi. Mbak Dian dan Mas Eko adalah salah satu buktinya.

Sekarang, mereka berdua aktif mengelola yayasan Syamsi Dhuha, yayasan yang mengampanyekan kepedulian terhadap penyakit lupus dan penderita low-vision eyes. Mereka juga baru menerbitkan buku tentang perjalanan cinta mereka “Miracle of Love”. Talk show tentang buku ini akan diadakan hari Sabtu tanggal 23 Februari 2008 di Balai Kartini.

Aku sendiri belum membaca buku “Miracle of Love” ini, maklum di Bali emang selalu terlambat dibandingkan Jakarta dan Bandung (kirimin dong dari Jakarta!). Tapi aku yakin isinya akan menginspirasi kita semua. Cinta mereka adalah cinta yang sebenar-benarnya, cinta karena Allah SWT, cinta yang mampu mengalahkan penyakit apapun di dunia.

Mbak Dian dan Mas Eko, salam sayang dari Bali :).

Kamis, 14 Februari 2008

Ikea Cabang Bali

Ikea memang ga punya cabang di Indonesia, tapi bukan berarti kita ga bisa ngedapetin barang-barang Ikea di Indonesia. Ga percaya?



Alseda stool dari Ikea USA ini sama banget dengan yang ada di rumahku yang dulu kita beli di Tegalalang, Ubud. Surprise! Wah wah jangan sampai deh kita termasuk orang Indonesia yang susah-susah beli barang dari luar negeri tapi ternyata produsennya adalah pengrajin di kampung sendiri...



Aku agak kaget juga karena harga jual di Ikea dan di Tegalalang ga jauh beda. Tapi kalau kita belinya di Amerika terus dikirim ke Indonesia pasti harganya jadi beda buanget kan...

So-called Alseda stool ini termasuk hasil hunting favoritku. Awalnya, kami ingin cari sofa untuk mengisi rumah kontrakan yang masih kosong. Tapi karena budget terbatas dan ukuran rumah yang ga terlalu besar, jadi pikir-pikir lagi deh. Akhirnya, waktu jalan-jalan ke Tegalalang ketemu deh benda lucu ini. Ukurannya pas untuk rumah kecil, enak untuk tempat duduk, desainnya simpel, dan durable juga loh....Ga cuma itu, stool ini juga direkomendasi oleh Apartment Therapy ...Keren kan?

Rabu, 13 Februari 2008

Meong...

Katanya antara tampilan seseorang versus binatang peliharaannya, biasanya ada miripnya loh.

Teman SMP-ku ada tuh yang memelihara 19 ekor kucing di rumahnya, trus wajahnya, kakaknya, adiknya, ibunya, miriiip banget sama kucing. Matanya besar tapi runcing di ujungnya. Artis Dian Nitami matanya juga mirip kan sama kucing.Tapi aku ga bilang mantan bossku mirip golden retriever loh...Gonggongannya mungkin sih...hahaha.

Aku? Banyak yang bilang aku juga mirip kucing. Aku emang suka kucing, biarpun ga mania-mania amat. Dulu di bandung, aku punya Cemi, kucing indo ( maksudnya blaster antara persia dan kampung) terlucu di dunia. Sekarang, aku ga punya binatang peliharaan. Abisnya, daripada kucingku yang lucu nanti dikejar anjing-anjing di kompleks. Ga banget deh. Kalaupun aku mau memelihara binatang, aku sekarang pilih ikan guppy atau kumang aja. Kayanya dua binatang itu lebih gampang diurus. Asal mukaku ga berubah jadi kaya kumang aja.

Aku sebenernya ga terlalu ngerti kenapa banyak yang bilang aku mirip kucing. Emang sih aku agak belang (loh?), atau mungkin karena suaraku yang cempreng? Tapi yang jelas, ga ada kucing yang berkantung mata. Mereka kan kerjanya tidur melulu ga pernah kekurangan. Nikmatnya jadi kucing... Suamiku sih ga pernah bilang secara eksplisit kalau aku mirip kucing. Paling kalo aku mulai nyanyi , dia bakal nanya, "Ada kucing masuk ya?". Sebel.

Mungkin aku memang hasil reinkarnasi kucing. Meooong...

Tadi pagi waktu sarapan ada tamu ga diundang dateng..

"...meoong meooong..."

Ternyata ada kepala kucing menyembul di jendela rumahku.

"Kang, kita ada tamu nih!"

Langsung deh kami melihat ke balik jendela.

Ternyata si kucing sedang menatap balik, dia berdiri di atas meja teras. Meja teras ini adalah tempat nongkrong favorit untuk kucing-kucing liar di sekitar rumah. Aku memang suka menyimpan sisa makanan dan tulang di halaman.Abisnya,jenis limbah itu katanya ga boleh masuk ke komposter. Ga beberapa lama biasanya dua atau tiga ekor kucing datang dan mulai membersihkan limbah dibuang sayang itu. Selesai makan, mulai deh mereka nongkrong. Nyebelinnya, kadang-kadang kucing-kucing itu suka ga tau diri. Pot sarang semut koleksi M'pri dan patung kuda kesukaanku jatuh semuanya.

Balik lagi ke tamu tadi pagi. Karena dia terus melihat aku, aku jadi penasaran.

"Kenapa, Cing?"

Masih melihat aku.

"Mau tidur disitu?"

Melihat terus.

"Boleh, tapi pelan-pelan loh. Potnya jangan dijatuhin ya..."

Sambil terus melihat aku, si kucing dengan pelan-pelan sekali mulai melipat kaki-kakinya, hati-hati mencari tempat di antara pot-pot dan patung kuda. Ga ada yang jatuh.

"Ih, hebat. Kok dia ngerti ya?" kata M'pri.

Aku sambil masih memperhatikan si Kucing cuma tersenyum sambil berbicara dalam hati, "Meooong..."

Sabtu, 09 Februari 2008

Aksi Reaksi

*kring kriiiing*
+Maaf mengganggu, Mbak. Mbak pernah mengisi kartu kritik dan saran untuk Tiara Grosir* ya?
- Iya betul...
+ Saya dari Tiara Grosir, mau memberitahu kalau
saran Mbak sudah kami tampung. Sekarang kami mengadakan program penukaran 40 kantung plastik Tiara Grosir berukuran sedang dan besar untuk ditukarkan dengan satu tas peduli lingkungan...
- O yaaah? Wah makasih banyak loh, Mas! Sebenernya udah beberapa kali saya belanja membawa kantung sendiri...
+ Oh iya, memang ada beberapa karyawan kami yang melaporkan begitu..


Huahahaha...baru deh aku ingat kalau sebelum Mbak kasir menghitung belanjaan, dia selalu meminta kartu pelanggan untuk di-scann. Bener-bener ga kepikiran sama sekali loh sebelumnya. Jadi selama ini aku dicirian toh?

Tapi yang jelas, telefon tadi pagi itu betul-betul bikin aku senang bangeeeet.Langit Bali yang mendung jadi keliatan biru banget deh...*apa sih*. Dan yang paling buat aku senang adalah karena aksi kecilku ternyata berhasil meng-encourage orang lain untuk juga melakukan hal positif. Biarpun apa yang udah lakuin itu hal kecil yang sederhanaaa banget, ga menguras energi, waktu apalagi uang, hampir ga ada apa-apanya deh dibanding apa yang udah dilakuin orang lain.

Kata Lady, Mark Twain pernah bilang begini:

Twenty years from now you will be more disappointed by the things that you
didn’t do than by the ones you did do. So throw off the bowlines. Sail away
from the safe harbor. Catch the trade winds in your sails. Explore. Dream. Discover.


Dan ya, dua puluh tahun lagi aku akan menyesal kalau aku ga meluangkan waktu 5 menit untuk mengisi kartu kritik dan saran di Tiara. Atau kalau aku dengan cueknya membuang seluruh kantung plastik bekas yang menumpuk di gudang rumahku. Atau aku ga nekad membawa kantung sendiri setiap berbelanja. Aku senang aku melakukan itu semua.

Terimakasih banyak untuk Tiara Grosir yang ternyata menampung keluh kesah pelanggannya. Don't mind my previous post yak :). Menurut aku, program mereka cukup bagus dibandingkan dengan ehm...ehm..Carrefour, yang alih-alih mengadakan program tukar plastik malah menjual kantung peduli lingkungannya seharga 2000-10000 rupiah. Kok kapitalis amat sih?

Yah mau gimana lagi, kita emang hidup di dunia kapitalis kok. Tapi semoga semua itu baru awal dan akan ada program yang lebih baik di hari-hari mendatang...Amiiin.

Jadi, untuk kamu yang juga pelanggan Tiara Grosir,ayo beres-beres rumah dan tukar 40
kantung plastik ukuran sedang sampai besar-nya. Sayangnya, saking excitednya waktu ditelpon tadi, aku sampai lupa tanggal berapa program ini dimulai. Kalo ga salah sih tanggal 20 Februari. Jadi, masih banyak waktu kan untuk jadi pemulung. Jangan malu untuk kumpulin keresek dari tetangga kiri kanan dan ngais-ngais tempat sampah juga! Ajak teman-teman juga ya...Untuk sementara, tanda peringatan 'pemulung dilarang masuk' di depan banjar bisa dicabut dong :).

*supermarket langgananku di Denpasar

Senin, 04 Februari 2008

Rumahku Bukan Tempat Pembuangan Akhir

Aku ga lagi ngomongin masalah lingkungan. Cuma masalah kerapihan rumah, atau lebih spesifik lagi gudang di rumah kontrakanku yang imut-imut dan dipenuhi oleh kantung plastik.

Plastik, ga ramah lingkungan memang, tapi ternyata kita tetap membutuhkan tuh. Mungkin terlalu membutuhkan sampai lama-lama menjadi kecanduan. Setiap aku pulang berbelanja dari supermarket, minimal 4 kantung plastik ukuran M sampai L juga ikut aku bawa pulang. Itu belum termasuk plastik ++ lain seperti, bungkus daging potong, bungkus buah-buahan, bungkus sayur2an, bungkus bumbu-bumbu dapur, dan lain-lain. Tau kan kalau kita mau beli jeruk di supermarket kita dengan santainya menyobek plastik gulungan sebelum menimbang jeruk belanjaan? Nah itu dia contoh plastik plus plus.

Gawatnya, karena didikan Ibuku yang mengajarkan hidup hemat sejak kecil, aku sekarang jadi menderita compulsive hoarding , atau mungkin lebih cocok disebut kumpul-sif hoarding alias suka ngumpul-ngumpulin barang ga berguna. Aaaaaargh!!! Padahal rumahku cuma tipe 36!

Kantung plastik dari supermarket sih masih mending karena ukurannya besar dan lumayan tebal. Yang nyebelin kalau habis belanja dari tukang sayur yang lewat di depan rumah atau dari warung. Kantung plastiknya kecil-kecil, jelek dan tipis. Bener-bener ga reusable deh.

Akhirnya aku selalu bawa kantung sendiri kalau mau berbelanja dari sana. Kadang-kadang ibu-ibu tetangga dengan teganya ketawa-ketiwi sambil bilang ke tukang sayur, "Nih, Mas yang bawa kantung sendiri cabenya atau tomatnya ditambahin dong..." Hmmm...kalau aku bawa kantung plastik yang banyak, boleh gratis ga cabenya? Hihihi..

Tapi ternyata, sekedar bawa kantung sendiri untuk belanja di tukang sayur aja masih belum menyelesaikan masalah. Karena ternyata sumber dari jutaan kantung plastik yang menumpuk di rumah adalah supermarket. Ga heran sih, karena pegawai supermarket selalu memilah-milah belanjaan terus masing-masih kategori dimasukkan ke kantung yang berbeda, dan, ya itu tadi, ada juga plastik khusus bungkus daging, ikan, ayam, sayur dll.

Sebenarnya aku pernah sih curhat ke supermarket langgananku lewat tulisan di kartu kritik dan saran. Aku bilang, please please kurangi jumlah penggunaan plastik! Rumahku udah penuh! Tapi sayang, suratku kayanya ga pernah dibaca tuh.

Yo wis, terserah! Kalau gitu caranya mulai sekarang aku ga bakal nulis surat kritik dan saran lagi! Tapi aku ga bakal nyerah untuk membereskan rumah dari serbuan kantung keresek. Jadi, mulai sekarang, aku akan bawa kantung sendiri setiap berbelanja di supermarket. Waktu aku mengetik postingan ini, udah dua kali loh aku belanja di supermarket dengan bawa kantung sendiri. Aku memilih bawa kantung plastik bekas supaya bisa dilipat kecil-kecil dan muat ke dalam tasku. Serunya, kantung plastik bekas yang aku bawa adalah kantung bekas supermarket saingan yang namanya tertera besar-besar di setiap sisi kantung. Hahaha. Alasannya sih sederhana aja, karena ukurannya super besar jadi aku ga perlu bawa terlalu banyak kantung. Kedua, ya untuk aksi protes aja karena supermarket langgananku ini ga membaca kritik dan saranku. Huh siapa suruh? Selain kantung besar ini, aku juga bawa beberapa kantung lain yang berukuran sedang. Ingat kan kebiasaan pegawai supermarket yang selalu mengklasifikasi setiap jenis barang ke kantung yang berbeda.

Awalnya, Mbak Kasir agak bingung waktu aku mengeluarkan kantung besar dari tasku. Malah pernah ada kasir yang mengira aku minta tolong untuk membuangkan plastik lecek itu. Hahaha, bukan, Mbak, ini saya bawa kantung sendiri untuk belanjaan saya...

Oooo gitu toh.

Seperti yang sudah aku prediksi sebelumnya, satu kantung aja ga cukup untuk belanjaanku. Dan setiap Mbak Kasir dengan sigapnya akan mengambil satu kantung plastik baru, aku cepat-cepat juga mengambil kantung bekas dari tasku. Satu persatu sampai kantung plastik bekas yang kelima, si Mbak mulai senyum-senyum. Dia pikir aku Doraemon kali :P.

Ah bodo amat, yang penting mulai sekarang ga ada penambahan jumlah kantung plastik di rumahku. Ini baru permulaan loh, Mbak. Besok-besok aku juga akan bawa plastik sendiri untuk menimbang buah, sayur, telur, daging dan lain-lain. Nah loh!

Di rumah, aku mulai membereskan tumpukan kantung plastik yang menggunung. Aku pisahkan berdasarkan ukurannya, S, M dan L. Yang ukuran L akan aku pakai untuk melapisi tempat sampah, yang M aku pakai untuk berbelanja, dan yang S, akan aku kembalikan ke tukang sayur.... siapa tau dapet bonus cabe ;). Beres kan.

Sekarang, di tas tanganku selalu siap tas kain berukuran sedang yang bisa dilipat kecil-kecil, kalau-kalau aku lagi jalan-jalan dan mood untuk shopping datang. Pokoknya, no no no don't give me more plastic no more!

Kalau ada yang punya ide untuk merecycle kantung plastik menjadi barang yang lebih bermanfaat, silakan japri ya, aku senang hati akan memraktekkan karena ternyata masih ada tumpukkan kantung plastik di rumahku yang sedang menunggu untuk di-reuse atau di-recycle.

Ternyata, peduli diri sendiri sama dengan peduli lingkungan juga ya :).