Kamis, 02 Oktober 2008

Selamat Jalan, Pakde Maftuh Ikhsan...

Selamat Lebaran!

Buat aku, sangat banyak hikmah yang didapat dari bulan Ramadhan yang lalu, dan puncaknya adalah pada tanggal 30 Ramadhan dinihari, ketika salah satu anggota keluarga terkasih kami meninggal dunia. Pakde KH. Maftuh Ikhsan.

Kalau aku bisa memilih tanggal berapa aku akan meninggal nanti, aku juga akan memilih tanggal 30 Ramadhan. Ketika selama 29 hari sebelumnya perbekalan menuju akhirat sudah terkumpul, sepuluh hari terakhir yang merupakan hari-hari terbaik dari sepanjang tahun sudah dilewati, dan keluarga juga sudah berkumpul untuk merayakan Idul Fitri bersama. Subhanallah, tanggal 30 Ramadhan adalah hari yang baik untuk meninggal dunia.

Pakde Maftuh, memiliki riwayat hidup yang membanggakan, yang banyak di antaranya baru aku ketahui ketika daftar riwayat hidupnya dibacakan pada saat pemakamannya. Tapi biarlah aku mengenangnya hanya sebagai pakdeku saja, pakde tersayang, pakde yang aku anggap sebagai orang tuaku sendiri.

Pakde bukan orang yang banyak bicara -mungkin prinsip pakde adalah, "well done is so much better than well said"- , tapi sifat pendiamnya itu ga membuat Pakde menjadi jauh, kaku dan ditakuti. Sebaliknya, anak-anak dan keponakannya selalu merasa sangat nyaman ketika berada di dekat Pakde ; memeluk, merangkul, bercanda ( biarpun Pakde lebih banyak tersenyum daripada melemparkan candaan) atau mendengarkan petikan gitar Pakde.

Biarpun diam, tapi Pakde sangat perhatian. Ketika aku akan pindah ke Bali, sehari sebelum berangkat, aku menyempatkan diri untuk menginap di rumah Pakde untuk berpamitan. Besoknya, pagi-pagi Pakde sudah siap dengan topi baret dan rompi memancingnya.

+ Pakde mau kemana? *heran*
- Mau antar kamu ke bandara.
+ Ya ampuuun, ga usah dianter juga gapapa kok, Pakde. Ibu sama Bapak aja ga nganter....
- Gak apa-apa. Kasihan kamu...

Akhirnya Pakde mengantar aku ke bandara, bahkan terus sampai tempat check-in dan sampai terminal boarding ( entah gimana cara beliau masuk). Waktu itu aku ngerasa malu banget, rasanya kaya anak TK di hari pertama masuk sekolah yang harus diantar oleh orangtuanya :D. Pakde...Pakde....Ada-ada aja...

Lucunya, seminggu kemudian aku tiba-tiba pulang lagi ke Jakarta karena ternyata seminggu setelah aku ke Bali ada libur Nyepi dan Galungan dimana seluruh kantor di Bali diliburkan untuk waktu yang lumayan lama....Hahaha....Sejak itu kayanya Pakde jadi kapok mengantar aku ke bandara :D.

Di hari pernikahanku, Pakde memberikan dua hadiah terbaik yang bisa diberikan oleh seorang Pakde.

Hadiah yang pertama adalah khutbah nikah. Inti dari khutbah nikah yang dibawakan Pakde adalah, bahwa ayat-ayat Qur'an yang merujuk kepada perjodohan menunjukkan peran Allah SWT sangat besar. Siapa berpasangan dengan siapa adalah hak prerogatif-Nya. Tetapi untuk membuat pernikahan itu menjadi langgeng, sakinah, mawaddah wa rahmah, Allah melalui ayat-ayatnya di Al-Quran menggunakan kata 'kami'. Yang berarti peran mahluk-mahluknya lah yang lebih penting, disini berarti sang suami istri itu sendiri. Kita sendirilah berperan besar untuk menjadikan hidup kita bersama pasangan bahagia dunia akhirat.

Nasihat yang luar biasa indah bagi pengantin baru. Saking indahnya, aku sampai terus mewanti-wanti kepada para videographer untuk tidak mengedit sedikitpun khutbah nikah itu. Jangan ada satu kata pun yang terpotong, jangan ada sedetik pun yang terlewat. Siapa tahu suatu hari nanti rumah tanggaku akan mengalami cobaan, hadiah dari Pakde ini akan menjadi pengingat bagi kami berdua.

Hadiah dari Pakde yang kedua adalah Qur'an. Aku memang ingin menyisipkan Qur'an sebagai salah satu mahar, tapi desain Qur'an yang dijual di Indonesia ga ada yang menarik untuk aku. Mengingat Pakde pernah bekerja cukup lama di Konsulat Haji di Jeddah, aku meminta salah satu Qur'an Pakde untuk diberikan kepada M'pri yang nantinya akan diberikan kepada aku untuk menjadi mas kawin. Pakde dengan senang hati memberikan Qur'an koleksinya, bukan cuma satu, tapi tiga!

Qur'an dari Pakde terus aku baca sampai sekarang dan insha Allah akan terus aku baca secara rutin. Semoga setiap huruf yang aku lafalkan akan dihitung sebagai amal baik bagi Pakde, sebagai amalan yang tidak pernah terputus. Amien.

Rasanya aneh, ketika seseorang sudah dipanggil oleh Yang Kuasa, tetapi nomor handphone-nya masih tersimpan di handphone-ku. Rasanya aku ingin menelepon Pakde untuk terakhir kalinya mengucapkan kata-kata perpisahan,

"Selamat jalan, Pakde. Terimakasih sudah menyayangi aku selama Pakde hidup. Terimakasih sudah menginspirasi aku untuk menjadi orang yang baik. Doakan kami disini supaya mempunyai bekal yang cukup pada saat menyusul Pakde nanti. Supaya kita bisa berkumpul lagi, bercanda lagi, berpelukan lagi. Kami semua kangen Pakde, kami semua sayang Pakde...."

Akhirnya, aku ingin mengulang kesaksian seluruh pelayat yang terus diulang-ulang pada saat hari pemakamannya :

"Almarhum semasa hidupnya adalah orang yang baik. Orang yang baik. Orang yang sangat baik. Ini kesaksianku Ya Allah, semoga kebaikan beliau membawa beliau ke tempat yang terbaik pula di sisimu. Amien........."

2 komentar:

  1. huhuhu...keduluan posting sama kamu! berkaca-kaca aku bacanya.
    he makes everyone proud of him!tdk hanya sebagai suami, bapak, pakde, yang kung, juga sebagai guru dan leader yang layak untuk menjadi teladan bagi siapapun!

    *sedih*...salah satu impianku yang tidak dikabulkan Allah SWT...dilepas oleh bapak menuju gerbang pernikahan dan diberikan khutbah nikah oleh bapaknya sendiri.. ;(

    selamat jalan bapakku sayang...you're not going anywhere, coz you'll always stay in our hearts

    BalasHapus
  2. dulu aku selalu berpikir kalo aku nikah, pakde yg bakal ngasih khutbah nikahnya.. tp ternyata gak kesampean.. hiks..

    nice writing.. :)

    BalasHapus