Tadi malam di kompleks kita kedengeran suara anak anjing berkaing-kaing. Anak anjing yang mana ya? Karena hari-hari sebelumnya ga pernah ada suara puppie yang menangis-nangis seperti itu. Pastinya bukan anjing yang dipelihara oleh penghuni kompleks kita. Ini pasti anak anjing liar.
Pagi harinya baru dugaanku terbukti. Ada anak anjing berkeliaran di depan rumahku. Bentuknya jauh dari lucu, umurnya paling baru 2 bulan atau kurang, warna bulunya ga jelas karena skabies yang parah, badannya kurus dan jalannya tertatih-tatih. Nelangsa banget deh! Lebih nelangsa lagi karena ga beberapa lama kemudian ada mobil yang ga sengaja melindas kaki belakangnya. Ya ampuuuuuun.....malangnya anak anjing ini! Sepanjang pagi dia cuma berkaing-kaing sambil berkeliaran dengan kaki belakangnya yang luka. Duduk di satu sudut, lalu pindah ke sudut lain karena diusir oleh si empunya pekarangan. Ga tega deh ngeliatnya.
Terus aku ingat, beberapa bulan yang lalu di kompleks kita ini banyaaaak sekali anjing liar berkeliaran. Bentuknya udah ga jelas. Ada yang kakinya tiga, bahkan ada yang kakinya cuma dua! Ada yang setiap bulan kerjaannya beranak melulu dan makin memperbanyak populasi anjing liar di kompleks ini. Uuuuugh....Anjing-anjing itu ga ada yang merawat, jadi kondisinya memprihatinkan. Sangat ga enak dilihat. Belum lagi suara gonggongannya yang berisik setiap malam ditambah pula dengan issue rabies yang melanda Bali. Help us God!
Lalu tiba-tiba suatu hari ada mobil BAWA datang dan membawa seluruh anjing-anjing itu. Dan sejak itu kompleks kita terbebas dari anjing liar. FYI, BAWA - Bali Animal Welfare Association - adalah LSM yang bergerak di perlindungan dan perawatan anjing dan kucing liar. Kantor pusatnya berlokasi di Ubud. Salah satu program mereka adalah merawat anak anjing liar supaya ada keluarga yang mau mengadopsi mereka. BAWA juga menyediakan layanan ambulance gratis untuk anjing dan kucing. Kalau suatu hari kamu main ke Ubud sekitar jam 10 pagi, kamu pasti bakal nemuin para staff BAWA sedang mengajak anjing-anjing yang dipelihara di sana olahraga pagi. Hmmm...yang olahraga siapa ya? Anjingnya atau orangnya: :P
Awalnya aku agak skeptis dengan LSM ini. Ngapain sih ngurusin anjing? Orang juga masih banyak yang butuh bantuan....Tapi ternyata pendapatku itu sangat salah, karena di alam semesta ini semuanya saling berhubungan. Apakah itu manusia, hewan, binatang, bebatuan dan lainnya. Minimal manfaat yang aku rasakan sejak BAWA datang dan membawa anjing-anjing liar di kompleks ini adalah aku bisa tidur lebih nyenyak. Ga ada lagi cerita tidur keganggu karena gonggongan anjing. Aku juga ga ngerasa was was soal issue rabies, dan suasana di sekitar rumah juga menjadi lebih enak dilihat. Terimakasih BAWA untuk kerelaannya memperhatikan masalah yang luput dari perhatian banyak orang.
Anyway, balik lagi ke anak anjing yang kakinya luka tadi. Akhirnya aku menelepon BAWA dan minta supaya mereka datang. Aku sih mewanti-wanti supaya mereka datang ga lebih dari jam 10 pagi karena aku akan keluar rumah sampai sore, tapi mereka ga dateng-dateng. Sempat agak su'udzon sih...Jangan-jangan ga serius nih ambulance gratisnya, karena sampai saat aku pulang pun si puppie masih tergeletak tak berdaya. Tapi ga lama setelah aku di rumah teleponku berdering dan para petugas BAWA mengatakan kalau mereka sudah hampir sampai. Alhamdulillah....
Sayangnya, sepertinya udah terlambat untuk menyelamatkan si puppie. Kakinya sudah patah sampai pangkal paha dan darah yang keluar sudah terlalu banyak. Dan akhirnya si puppie disuntik mati untuk mengakhiri deritanya :(.
Salah satu petugas BAWA bercerita kalau sepanjang hari ini sudah beberapa kali mereka terpaksa menyuntik mati anjing liar yang kondisinya terlalu parah untuk diobati. Ada juga anjing yang menderita gejala rabies sehingga anjing itu menjadi prioritas utama program hari ini supaya si anjing tidak sempat melukai manusia. Sibuk ya BAWA....Yah mau gimana lagi? Tangan BAWA kan cuma dua...Dan untuk kerja keras dan keseriusan mereka itu, aku angkat topi untuk BAWA. Semua itu yang ujung-ujungnya pun untuk kebaikan manusia juga kan.... I salute you.
BAWA CLINIC 0361- 981490
Rabu, 07 Oktober 2009
Jumat, 11 September 2009
I'm Listening to......Native Deen!!
Native Deen, kelompok nasheed asal Amerika ini punya lagu-lagu yang keren dengan lirik yang sangat dalam. Salah satu lagu yang paling paling paling aku suka adalah lagu Tala'al Badru yang di aransemen ulang. Aku merinding setiap mendengar lagu ini.
FYI, shalawat tala'al badru dikumandangan pada saat Rasulullah SAW pulang dari perang Badar ke Madinah dengan membawa kemenangan besar. Lirik lagu ini betul-betul menyentuh dan membuat aku lebih menghargai seluruh perjuangan keras Rasulullah SAW untuk menegakkan ajaran Islam sehingga bisa bertahan hingga sekarang. Tanpa perjuanganmu ya Rasul, aku tidak akan pernah mengenal Islam. Masya Allah....
Allahumma shalli 'ala Muhammad
Ya Rabbi shalli 'alaihi wa saliim
Allahumma shalli 'ala Muhammad
Ya Rabbi shalli 'alaihi wa saliim...
Let's sing!
Terjemahan Tala'al Badru:
FYI, shalawat tala'al badru dikumandangan pada saat Rasulullah SAW pulang dari perang Badar ke Madinah dengan membawa kemenangan besar. Lirik lagu ini betul-betul menyentuh dan membuat aku lebih menghargai seluruh perjuangan keras Rasulullah SAW untuk menegakkan ajaran Islam sehingga bisa bertahan hingga sekarang. Tanpa perjuanganmu ya Rasul, aku tidak akan pernah mengenal Islam. Masya Allah....
Allahumma shalli 'ala Muhammad
Ya Rabbi shalli 'alaihi wa saliim
Allahumma shalli 'ala Muhammad
Ya Rabbi shalli 'alaihi wa saliim...
Let's sing!
TALA'AL BADRU - by Native Deen
He eyes slowly rising
Sunrise warms the horizon
Sand dunes form in the distant
He's up and out in an instant
The crowd there, all were waiting
Watching and, anticipating
A man appears from afar
Could it be the one sent by Allah
He shouts .Here comes the prophet!
His face is a light that drives out the darkness
Words are alive, his message is living
Joy everywhere, our voices are singing
Chorus
Tala'al-Badru 'alayna,
min thaniyyatil-Wada'
wajaba al-shukru 'alayna,
ma da'a lillahi da'
Ayyuha al-mab'uthu fina
ji'ta bi-al-amri al-muta'
Ji'ta sharrafta al-Madinah
marhaban ya khayra da'
He steps and reaches to touch
This man who suffered so much
His own troubles could not compare
To the Prophet scorned everywhere
He was shunned away by his own kin
Ridiculed and stoned by the townsmen
His blood was shed for the truth
But never was he vengeful or rude.
Then the Prophet turns and he smiles
Radiance that spreads out for miles
Embraces his hand with kindness and care
His heart sings out for all those to hear!
Chorus
Wakes up, alarm clock is ringing
Moonlight, sun hasn't risen
Faint sound of cars on the street
But inside his heart he feels peace
He starts recalling the dream
The Prophets face he has seen
Remembers well the tradition
In a dream it truly will be him
Allah, oh what a feeling
So many years he followed his teachings
And this is greatest time in his life
He prays to Allah and sings through the night
Chorus
Welcome, best caller to Gods way
With a word to be obeyed
Like a bright moon in the valley of darkness we lay
2x
Back to top
He eyes slowly rising
Sunrise warms the horizon
Sand dunes form in the distant
He's up and out in an instant
The crowd there, all were waiting
Watching and, anticipating
A man appears from afar
Could it be the one sent by Allah
He shouts .Here comes the prophet!
His face is a light that drives out the darkness
Words are alive, his message is living
Joy everywhere, our voices are singing
Chorus
Tala'al-Badru 'alayna,
min thaniyyatil-Wada'
wajaba al-shukru 'alayna,
ma da'a lillahi da'
Ayyuha al-mab'uthu fina
ji'ta bi-al-amri al-muta'
Ji'ta sharrafta al-Madinah
marhaban ya khayra da'
He steps and reaches to touch
This man who suffered so much
His own troubles could not compare
To the Prophet scorned everywhere
He was shunned away by his own kin
Ridiculed and stoned by the townsmen
His blood was shed for the truth
But never was he vengeful or rude.
Then the Prophet turns and he smiles
Radiance that spreads out for miles
Embraces his hand with kindness and care
His heart sings out for all those to hear!
Chorus
Wakes up, alarm clock is ringing
Moonlight, sun hasn't risen
Faint sound of cars on the street
But inside his heart he feels peace
He starts recalling the dream
The Prophets face he has seen
Remembers well the tradition
In a dream it truly will be him
Allah, oh what a feeling
So many years he followed his teachings
And this is greatest time in his life
He prays to Allah and sings through the night
Chorus
Welcome, best caller to Gods way
With a word to be obeyed
Like a bright moon in the valley of darkness we lay
2x
Back to top
Terjemahan Tala'al Badru:
The Moon Has Shown His Light to Us
the moon has shown his light to us
after the farewall
thanking is our duty now
so whoever can pray to God , pray
oh our messenger among us
you came with an order from God
you came and brought honor to the city *madina munawara in saudi arabia*
you're welcome oh the best preacher
the moon has shown his light to us
after the farewall
thanking is our duty now
so whoever can pray to God , pray
the moon has shown his light to us
after the farewall
thanking is our duty now
so whoever can pray to God , pray
oh our messenger among us
you came with an order from God
you came and brought honor to the city *madina munawara in saudi arabia*
you're welcome oh the best preacher
the moon has shown his light to us
after the farewall
thanking is our duty now
so whoever can pray to God , pray
Native Deen, we're looking forward to having you to come to Indonesia!!!
Senin, 24 Agustus 2009
Batik Booties
Minggu lalu, Bu Nengah, tetangga kita melahirkan anak keempat sekaligus putra pertamanya. Jadi sekarang keluarga Pak Nengah udah lengkap deh anaknya dari Putu sampai Ketut. Bu Nengah bisa stop hamil sekarang....atau... mau mulai ronde kedua? Hwahaha...
Biar ga nengok dengan tangan kosong, bikin sepatu bayi lagi ah...Udah coba belum pola sepatu ini? Menyenangkan loh....Bahan yang dipake dikiiiit banget, jadi bisa pake sisa-sisa terakhir kain perca di rumah. Jangan terintimidasi sama bentuknya yang imut-imut. Ngejahitnya ga susah kok....
Kali ini aku pake kombinasi kain perca batik sama blacu putih ah...Supaya agak-agak manly gituh, kan anaknya cowo :) .... Nah ini dia jadinya....
Uhuhuhuhu....Kawaii ne ?!!
Buat hiasannya, aku pake fabric yoyo dari bahan blacu yang sama, trus potongan batik yang dilapisin kain keras supaya serat kainnya ga brudul plus kancing bekas cabutan dari celananya M'pri yang udah sobek dan ga bisa dipake lagi. Total belanja buat bahan : Rp. 0,00 :D.
Sekarang ayo kita bungkus!
Kertas kadonya juga ga beli loh. Ini kertas kado bekas ngebungkus oleh-oleh dari Bangladesh. Lucu deh kertasnya. Sebenernya ini cuma kertas coklat biasa yang disablon manual pake cat putih. Kertas ini udah berbulan-bulan disimpan sambil menunggu saat yang tepat untuk di-reuse. Akhirnya saat itu datang juga!! *lebay*
Biar ga nengok dengan tangan kosong, bikin sepatu bayi lagi ah...Udah coba belum pola sepatu ini? Menyenangkan loh....Bahan yang dipake dikiiiit banget, jadi bisa pake sisa-sisa terakhir kain perca di rumah. Jangan terintimidasi sama bentuknya yang imut-imut. Ngejahitnya ga susah kok....
Kali ini aku pake kombinasi kain perca batik sama blacu putih ah...Supaya agak-agak manly gituh, kan anaknya cowo :) .... Nah ini dia jadinya....
Uhuhuhuhu....Kawaii ne ?!!
Buat hiasannya, aku pake fabric yoyo dari bahan blacu yang sama, trus potongan batik yang dilapisin kain keras supaya serat kainnya ga brudul plus kancing bekas cabutan dari celananya M'pri yang udah sobek dan ga bisa dipake lagi. Total belanja buat bahan : Rp. 0,00 :D.
Sekarang ayo kita bungkus!
Kertas kadonya juga ga beli loh. Ini kertas kado bekas ngebungkus oleh-oleh dari Bangladesh. Lucu deh kertasnya. Sebenernya ini cuma kertas coklat biasa yang disablon manual pake cat putih. Kertas ini udah berbulan-bulan disimpan sambil menunggu saat yang tepat untuk di-reuse. Akhirnya saat itu datang juga!! *lebay*
Kamis, 20 Agustus 2009
Marhaban Ramadhan, Bye Bye Remnants
Seperti biasa, setiap menjelang Ramadhan, kesibukan beres-beres rumah dimulai. Dan seperti biasa juga, setiap acara beres-beres rumah selalu ada sesuatu yang bikin hatiku gundah gulana, dilema, bingung, galau dan sakit kepala *sibuk*. Sesuatu yang bikin bingung itu apalagi kalau bukan penyakit 'compulsive hoarding' yang bikin aku selalu kesulitan membuang barang-barang bekas. Uuuugh makanya rumah ga bisa rapih! Hihihi alasan. Nah topik 'compulsive hoarding' kali ini adalah kain-kain perca. Hmmmm...Untungnya aku udah punya solusinya. Eits sabar, silakan baca sampai selesai ya :).
Kain-kain perca emang selalu bikin para crafters bingung. Cara paling gampangnya sih dibuang aja atau kasih ke pemulung. Tapi rasanya ga tega. Lagian itu juga ga bakal nyelesein masalah. Ujung-ujungnya cuma jadi sampah. Padahal kain-kain itu motif dan bahannya bagus-bagus loh. Tapi kalau ga segera disingkirkan pasti lama-lama rumah akan ketimbun sama tumpukan kain-kain perca. Karena urusan belanja kain baru pun jalan terus, betul? ;)
Beberapa minggu yang lalu aku mencoba merapikan kain-kain perca ini dan ujung-ujungnya malah tambah frustasi karena volumenya yang buanyaaak dan bentuknya yang ga beraturan. Aaaaaagh....Aku ga mau liat kain-kain ini lagi. Berarti kain-kain ini harus dihabiskan! Titik! Berarti aku harus membuat sesuatu dari kain-kain ini, dan ga boleh beli kain lagi sampai kain-kain yang ada habis. Hiks hiks...padahal bulan depan kan mau pulang ke Bandung dan kain-kain di sana murah-murah. Aku pasti ga tahan untuk ga belanja :((.
Makanya, ayo dong mulai proyek kain percanya! Hmmmm...aku pikir-pikir kriteria proyek kain perca ini harus yang super simpel dan super gampang, supaya menjahitnya cepat dan kain-kainnya cepat habis. Terus setelah barangnya jadi, mau disalurin kemana ya? Apakah dijual, atau dihadiahkan ke teman/saudara, atau disumbangkan aja? Akhirnya setelah brainstorming lumayan lama, sang ilham datang juga. Kesimpulannya, kain-kain ini akan aku upcycle menjadi tempat pensil, yang setelah jadi akan diisi dengan stationary, terus....dibagi-bagiin deh ke yang membutuhkan. Sip!!! Aku suka ide itu!
Kebetulan, untuk stationary-nya pun aku ga perlu beli, karena Naomi-chan punya banyak stok donasi stationary dari teman-teman di Jepang. Waktu aku cerita tentang ide ini ke dia, Naomi juga langsung setuju. Malah Naomi juga ngusulin supaya aku buat target jumlah tempat pensil yang akan dibikin supaya bisa dibuat nama 'gerakannya'. Contohnya : 'Gerakan 100 Tempat Pensil' ; atau bisa juga disesuain sama HUT RI: 'Gerakan 64 Tempat Pensil'. Hohohoho asal ga disesuain sama jumlah tahun hijriyah aja : 'Gerakan 1430 Tempat Pensil'....Bisa pingsan!
Sayangnya, aku blom bisa nentuin berapa banyak jumlah tempat pensil yang akan aku bikin. Karena aku cuma bisa bikin di waktu-waktu luang aja. Tapi yang pasti, setiap hari selalu ada jadwal membuat tempat pensil. Waktu favoritku biasanya malam sebelum tidur. Untungnya aku udah married, jadi mitos orang-orang jaman dulu yang bilang ngejahit malam-malam bikin susah jodoh udah ga berlaku lagi deh. Wakakakkkk.....
Oia, tempat pensil yang aku buat modelnya sederhana banget kok. Sebenernya sih ini 'drawstring bag'. Aku pilih model ini karena membuatnya gampang banget, dan ga butuh aksesoris macem-macem. Kamu juga bisa bikin! Sebenernya memang itu tujuannya aku nulis artikel ini, untuk membagi ide supaya para crafter lain membuat proyek yang sama.
Ga usah melulu tempat pensil kok, bisa juga proyek-proyek sederhana lain seperti tote bag, atau mungkin baju bayi, atau selimut, atau yang lainnya. Intinya, kain-kain bekas kita ga terbuang menjadi sampah dan malah bermanfaat untuk orang lain. Mumpung bulan ini adalah bulan Ramadhan dimana seluruh amal baik dilipatgandakan ganjarannya. Pastinya kita ingin memperbanyak amal ibadah di bulan ini kan?
What do you think? Quote dari rumah makan padang :
" Kalau kamu ga suka bilang sama saya, kalau kamu suka bilang sama orang lain." :)
Kalau kamu suka dan ingin memulai proyek yang sama, ada beberapa tips yang mungkin berguna:
- Mulai dengan Basmallah, supaya niat kita murni ibadah lillahita'ala.
- Sortir bahan-bahan katun lebih dulu karena bahan katun paling mudah dijahit, terus sortir berdasarkan warnanya.
- Potong-potong sekaligus banyak, ukuran drawstring bag yang aku buat bervariasi tergantung potongan kain yang ada. Kira-kira ukurannya cukup untuk panjang pensil/pulpen.
- Mulai jahit kantung-kantung yang warnanya sama sampai selesai, baru pindah ke warna lain. Jadi ga usah terlalu sering gonta-ganti benang di mesin jahit.
- Oiya, buat kombinasi warna yang menarik dan buat serapih mungkin. Lagian, apa asiknya buat barang yang ga bagus :).
Daripada sambil puasa cuma tidur, atau nonton sinetron Ramadhan yang ga jelas, atau ga ngapa-ngapain, mending bikin ini yuk!
Senin, 13 Juli 2009
Baby Booties Part 2
Bulan Juli = bulan kelahiran bayi-bayi.
Setelah tanggal 5 kemarin kakakku melahirkan bayi laki-laki pertamanya *welcome my nephew!*, hari Sabtu kemarin tetanggaku juga melahirkan anak perempuan keduanya. Congratulation!
Saatnya beraksiiiiii...Ayo bikin kado!
Buat keponakanku tercinta Tante bikinin gendongan bayi sama dua kimono bayi yang lucu-lucu yaa. Sayang ga sempet difoto...Tapi lucu kok hasilnya, percaya deh..;)
Buat tetanggaku aku bikinin sepatu bayi aja deh. Kan udah pernah buat tuh sebelumnya, jadi sekarang ga terlalu lama ngebuatnya, cuma sekitar satu setengah jam aja. Aku bikin tadi malem sebelum tidur dan langsung dikasihin pagi ini. Bahannya bener-bener bahan sisa. Aku sampe heran sama bahan katun pink totol-totol ini, kayanya udah dijahit jadi berbagai macam barang tapi tetep aja ga habis-habis. Kain ajaib! Itulah enaknya bisa ngejahit, bisa make perca-perca sampe titik darah penghabisan. Itu sama dengan penghematan, betul Buuu?
Supaya lebih C-U-T-E ditambahin button simpul-simpul Jepang. Kalo bahasa Jepangnya ini namanya simpul kagome. Aiiiiih lutunaaaaaa....Biar bikinnya cepet tapi aku cukup puas dengan hasilnya. Seengganya tumpukan perca-perca di ruang jahit lumayan berkurang sedikiiit...Ini jadinya....TA DAAAAAA.....
....dan ini bungkusnya....Pake kertas krep *sisa*, tag dari kertas concord *sisa*, dan potongan kecil pita *sisa*. Yes I am cheap, so sue me! :P
Setelah tanggal 5 kemarin kakakku melahirkan bayi laki-laki pertamanya *welcome my nephew!*, hari Sabtu kemarin tetanggaku juga melahirkan anak perempuan keduanya. Congratulation!
Saatnya beraksiiiiii...Ayo bikin kado!
Buat keponakanku tercinta Tante bikinin gendongan bayi sama dua kimono bayi yang lucu-lucu yaa. Sayang ga sempet difoto...Tapi lucu kok hasilnya, percaya deh..;)
Buat tetanggaku aku bikinin sepatu bayi aja deh. Kan udah pernah buat tuh sebelumnya, jadi sekarang ga terlalu lama ngebuatnya, cuma sekitar satu setengah jam aja. Aku bikin tadi malem sebelum tidur dan langsung dikasihin pagi ini. Bahannya bener-bener bahan sisa. Aku sampe heran sama bahan katun pink totol-totol ini, kayanya udah dijahit jadi berbagai macam barang tapi tetep aja ga habis-habis. Kain ajaib! Itulah enaknya bisa ngejahit, bisa make perca-perca sampe titik darah penghabisan. Itu sama dengan penghematan, betul Buuu?
Supaya lebih C-U-T-E ditambahin button simpul-simpul Jepang. Kalo bahasa Jepangnya ini namanya simpul kagome. Aiiiiih lutunaaaaaa....Biar bikinnya cepet tapi aku cukup puas dengan hasilnya. Seengganya tumpukan perca-perca di ruang jahit lumayan berkurang sedikiiit...Ini jadinya....TA DAAAAAA.....
....dan ini bungkusnya....Pake kertas krep *sisa*, tag dari kertas concord *sisa*, dan potongan kecil pita *sisa*. Yes I am cheap, so sue me! :P
Minggu, 12 Juli 2009
Green Weekend Project
Since you cannot be destroyed......
...............so I turned you into cosmetic pouch instead....
...............so I turned you into cosmetic pouch instead....
KAZAM!
This easy and fun weekend project give those pesky used plastic bags a second and more meaningful life. The cosmetic pouch I made was made from 100% recycle plastic bag except for the zipper and bougenville flowers for embelishment. I really loooove it...!!! So you, people, should give it a try! Click here for a complete tutorial.
Senin, 01 Juni 2009
Muslim Clerics, Facebook, and the Post’s Hidden Agenda
Aku ngerasa punya kewajiban moral untuk meneruskan email ini.....
__________________________________________________
Teman-teman, 3 hari yang lalu saya menulis surat ini dan kirim ke Jakarta Post. Saya berniat protes atas berita miring dari Associated Press yangdiangkat dan masuk Jakarta Post selama beberapa hari. Berita heboh tentang Facebook muncul setelah sebuah forum kecil di Kediri membahas baik-buruknya situs jaringan sosial seperti Facebook, dan bahas apa lebih baik diharamkan atau tidak kalau digunakan secara berlebihan dan tidak benar. Ternyata berita ini di Republika dan Kompas cukup jauh berbeda dengan Associated Press dan Jakarta Post yang mengatakan 700 kyai/ustadz (lalu besoknya menjadi 1.700 kyai) berkumpul untuk membahas beberapa perkara, dan kemudian membuat fatwa bahwa Facebook haram.
Tapi di Kompas, dijelaskan bahwa ini hanya sebuah forum kecil antar pesantren yang dihadiri oleh 700 SANTRI dan nama 3 kyai disebut sebagai perumus makalah yang dibahas.
Saya kirim surat ini dalam bahasa Inggris ke Jakarta Post untuk memprotes sikap mereka yang selalu menghujat dan meremehkan Islam dengan sengaja, seakan-akan Jakarta Post lebih tahu Islam yang baik seperti apa (= Islam Liberal), dan mereka punya program tersembunyi untuk menjelekkan nama baik Islam dan menggantikannya dengan Islam Liberal.
Saya dapat balasan dari Jakarta Post yang mengatakan bahwa isi dari surat saya “akan dibahas secara internal saja”, atau dalam kata lain, mereka tidak mau menerbitkannya. Sayang sekali. Setiap hari, Readers Forum dipadati dengan surat, email dan bahkan sms dari pembaca yang membahas berbagai isu. Forum untuk tukar pikiran ini sangat bagus dan jauh lebih baik dari forum“surat pembaca” di dalam koran lokal yang lain. Sayangnya, tidak semua suratberhasil masuk. Silahkan baca.
Wassalamu'alaikum wr.wb.,
Gene
########
(Jakarta Post declined to publish this)
Letter for publication in Readers Forum
*Muslim clerics, Facebook, and the Post’s hidden agenda*
Over the past few days, I have been saddened at the continuous distortion of the news in the Jakarta Post. It started on the front page last Thursday with an item from the Associated Press (AP) which stated that 700 clerics were considering an edict [fatwa] to ban Facebook, as it might be used for illicit sex or flirting (Post, 21 May).
On Saturday, the Post said that “many were shocked” to learn that “1,700 Muslim clerics of Nahdlatul Ulama (NU)” had actually banned Facebook (Post, 23 May) and then this issue made the front page yet again on Sunday (Post, 24 May). On Monday, the issue finally left the front page, moving all the way back to page two (Post, 25 May).
So what’s the problem? The problem is essentially that this is not “news” but rather carefully constructed sensationalism that I believe was created to serve an unstated agenda. The Indonesian newspapers Kompas and Republika, that also carried this story from the AP, revealed that the gathering in Kediri, East Java, actually consisted of 700 “students” from Islamic boarding schools for girls. They had gathered as part of a regular activity
to discuss Islamic issues.
Kompas lists the names of only “three” Islamic clerics in attendance (and says a few others were present, without giving their names). It also says that these 3 real-life Muslim clerics (not 700, and not 1,700) created the list of questions for everyone to discuss in the forum. So, the real news (if you can call it news) was that 3 Muslim clerics created several questions for some boarding school students to discuss (as a regular academic exercise), and one question was about the possible inappropriate use of sites such as Facebook. That’s all.
However, when the AP and the Jakarta Post had finished distorting this non-event, the impression given is that either 700 or 1,700 “clerics” (not school students) wanted Facebook banned immediately. However, the “real news” carried by Indonesian newspapers, and also shown on Indonesian television, was merely a gathering of school students who were discussing
topical issues in the privacy of their boarding school forum.
Is that what the Associated Press and the Jakarta Post consider a major news event deserving front-page coverage? How does such an insignificant forum of students end up becoming so heavily distorted and placed at the front of the Jakarta Post several days in a row? What is the real agenda here?
From observing the direction of Jakarta Post articles over several years, I have noticed a strong desire to sideline mainstream Islamic thought and promote irregular Islamic teachings that are not representative of the Indonesian Muslim population, or the overwhelming majority of ordinary clerics here. Rather than serving as a gateway for foreigners to learn about
Muslim culture in Indonesia, the Jakarta Post prefers to decide unilaterally what Islam “should be like”, and then promote that idea of alternative Islam (specifically “liberal Islam”) at every opportunity. Thus, anything which doesn’t fit in with that agenda needs to be twisted, distorted,
sensationalized, smeared and then scorned as if somehow mainstream Islamic thought (that is followed by almost 1 billion people) is some sort of naughty child that needs a good spanking from the Post in order to be corrected.
It is unfortunate and saddening that the Post continues to do this. I would be prouder of the Post if the editors maintained a neutral and more balanced approach to Islamic issues, and used the Post’s considerable influence to educate and enlighten others, and open doors so that non-Muslims could learn more about Islam as it is currently practiced by ordinary Muslims. If the Post continues to pursue an unstated agenda to demean mainstream Islamic teachings then the Post will continue to disappoint ordinary mainstream Muslims who expect a higher standard journalism.
Gene Netto
Jakarta, Indonesia
25 May, 2009
__________________________________________________
Teman-teman, 3 hari yang lalu saya menulis surat ini dan kirim ke Jakarta Post. Saya berniat protes atas berita miring dari Associated Press yangdiangkat dan masuk Jakarta Post selama beberapa hari. Berita heboh tentang Facebook muncul setelah sebuah forum kecil di Kediri membahas baik-buruknya situs jaringan sosial seperti Facebook, dan bahas apa lebih baik diharamkan atau tidak kalau digunakan secara berlebihan dan tidak benar. Ternyata berita ini di Republika dan Kompas cukup jauh berbeda dengan Associated Press dan Jakarta Post yang mengatakan 700 kyai/ustadz (lalu besoknya menjadi 1.700 kyai) berkumpul untuk membahas beberapa perkara, dan kemudian membuat fatwa bahwa Facebook haram.
Tapi di Kompas, dijelaskan bahwa ini hanya sebuah forum kecil antar pesantren yang dihadiri oleh 700 SANTRI dan nama 3 kyai disebut sebagai perumus makalah yang dibahas.
Saya kirim surat ini dalam bahasa Inggris ke Jakarta Post untuk memprotes sikap mereka yang selalu menghujat dan meremehkan Islam dengan sengaja, seakan-akan Jakarta Post lebih tahu Islam yang baik seperti apa (= Islam Liberal), dan mereka punya program tersembunyi untuk menjelekkan nama baik Islam dan menggantikannya dengan Islam Liberal.
Saya dapat balasan dari Jakarta Post yang mengatakan bahwa isi dari surat saya “akan dibahas secara internal saja”, atau dalam kata lain, mereka tidak mau menerbitkannya. Sayang sekali. Setiap hari, Readers Forum dipadati dengan surat, email dan bahkan sms dari pembaca yang membahas berbagai isu. Forum untuk tukar pikiran ini sangat bagus dan jauh lebih baik dari forum“surat pembaca” di dalam koran lokal yang lain. Sayangnya, tidak semua suratberhasil masuk. Silahkan baca.
Wassalamu'alaikum wr.wb.,
Gene
########
(Jakarta Post declined to publish this)
Letter for publication in Readers Forum
*Muslim clerics, Facebook, and the Post’s hidden agenda*
Over the past few days, I have been saddened at the continuous distortion of the news in the Jakarta Post. It started on the front page last Thursday with an item from the Associated Press (AP) which stated that 700 clerics were considering an edict [fatwa] to ban Facebook, as it might be used for illicit sex or flirting (Post, 21 May).
On Saturday, the Post said that “many were shocked” to learn that “1,700 Muslim clerics of Nahdlatul Ulama (NU)” had actually banned Facebook (Post, 23 May) and then this issue made the front page yet again on Sunday (Post, 24 May). On Monday, the issue finally left the front page, moving all the way back to page two (Post, 25 May).
So what’s the problem? The problem is essentially that this is not “news” but rather carefully constructed sensationalism that I believe was created to serve an unstated agenda. The Indonesian newspapers Kompas and Republika, that also carried this story from the AP, revealed that the gathering in Kediri, East Java, actually consisted of 700 “students” from Islamic boarding schools for girls. They had gathered as part of a regular activity
to discuss Islamic issues.
Kompas lists the names of only “three” Islamic clerics in attendance (and says a few others were present, without giving their names). It also says that these 3 real-life Muslim clerics (not 700, and not 1,700) created the list of questions for everyone to discuss in the forum. So, the real news (if you can call it news) was that 3 Muslim clerics created several questions for some boarding school students to discuss (as a regular academic exercise), and one question was about the possible inappropriate use of sites such as Facebook. That’s all.
However, when the AP and the Jakarta Post had finished distorting this non-event, the impression given is that either 700 or 1,700 “clerics” (not school students) wanted Facebook banned immediately. However, the “real news” carried by Indonesian newspapers, and also shown on Indonesian television, was merely a gathering of school students who were discussing
topical issues in the privacy of their boarding school forum.
Is that what the Associated Press and the Jakarta Post consider a major news event deserving front-page coverage? How does such an insignificant forum of students end up becoming so heavily distorted and placed at the front of the Jakarta Post several days in a row? What is the real agenda here?
From observing the direction of Jakarta Post articles over several years, I have noticed a strong desire to sideline mainstream Islamic thought and promote irregular Islamic teachings that are not representative of the Indonesian Muslim population, or the overwhelming majority of ordinary clerics here. Rather than serving as a gateway for foreigners to learn about
Muslim culture in Indonesia, the Jakarta Post prefers to decide unilaterally what Islam “should be like”, and then promote that idea of alternative Islam (specifically “liberal Islam”) at every opportunity. Thus, anything which doesn’t fit in with that agenda needs to be twisted, distorted,
sensationalized, smeared and then scorned as if somehow mainstream Islamic thought (that is followed by almost 1 billion people) is some sort of naughty child that needs a good spanking from the Post in order to be corrected.
It is unfortunate and saddening that the Post continues to do this. I would be prouder of the Post if the editors maintained a neutral and more balanced approach to Islamic issues, and used the Post’s considerable influence to educate and enlighten others, and open doors so that non-Muslims could learn more about Islam as it is currently practiced by ordinary Muslims. If the Post continues to pursue an unstated agenda to demean mainstream Islamic teachings then the Post will continue to disappoint ordinary mainstream Muslims who expect a higher standard journalism.
Gene Netto
Jakarta, Indonesia
25 May, 2009
Langganan:
Postingan (Atom)